Mantan Pemain Tengah Hebat = Arsitek Hebat, Benarkah?
Sejarah sepakbola mencatat sejumlah mantan bintang lapangan hijau yang melanjutkan karirnya setelah gantung sepatu sebagai pelatih atau manager sebuah klub.
Dikatakan
sebagai bintang karena sejumlah manager kenamaan memulai karir di lapangan
hijau sebagai pemain sepakbola namun tidak sampai mencapai status bintang
lapangan hijau.
Contohnya
adalah Sir Alex Ferguson, Fabio Capello dan Jose Mourinho.
Tidak
ada yang akan mengenang mereka sebagai pemain di atas lapangan hijau ketimbang
mengaguminya sosok mereka sebagai manager yang brilian di pinggir lapangan.
Pencapaian
ketiganya sebagai arsitek team jauh lebih membanggakan ketimbang sepak
terjangnya sebagai pemain.
Di
luar Sir Alex dan Capello, terdapat sejumlah pemain bintang yang meraih sukses
saat beralih profesi sebagai manager namun tidak sedikit pula pemain yang
dulunya dicap sebagai bintang lapangan hijau gagal mentransfer kebintangannya
sebagai pemain saat menjadi manager team.
Dari
sejumlah keberhasilan dan kegagalan tersebut terdapat catatan menarik yang bisa
saja menjadi petunjuk pemilik klub jika ingin menunjuk mantan pemain bintang
untuk menjadi manager team.
Catatan
apakah itu?
Ya,
ada catatan menarik bahwa mantan pemain bintang yang berposisi sebagai
gelandang atau pemain tengah saat aktif bermain cenderung lebih sukses saat menjadi
manager.
Coba
cermati sejumlah mantan pemain bintang yang dianggap berhasil dalam karir managerialnya.
Tercatat
sejumlah nama yang sukses seperti Johan Cruyf, Frank Riijkard, Carlo Ancelotti,
Antonio Conte, Diego Simeone dan yang paling fenomenal adalah Pep Guardiola.
Sebaliknya
tercatat sejumlah nama yang terbilang kurang sukses dalam karir managerialnya seperti
Ruud Gullit, Sami Hypia, Marco Van Basten dan Filippo Inzaghi.
Benang merah dari nama-nama diatas adalah mantan pemain yang tadinya berposisi sebagai pemain tengah mempunyai kecenderungan lebih besar untuk sukses sebagai arsitek team.
Cruyf,
Riijkard, Ancelotti, Conte, Simeone dan Guardiola semasa aktif sebagai pemain
adalah pemain tengah yang hebat.
Siapa
yang tidak kenal dengan Cruyft yang menjadi otak permainan Total Footbal
Belanda dan membawa filosofi tersebut ke Barcelona?
Milanisti
sedunia tentu tidak lupa dengan kiprah Riijkard dan Carlo Ancelotti mengawal
lini tengah AC Milan dimasa kejayaan The Dream Team.
Jangan
lupakan peran vital Antonio Conte sebagai kapten di masa jaya Juventus atau
kehebatan Diego Simeone saat mengantar Atletico Madrid menjadi juara La Liga
Spanyol musim 1995/1996.
Pep
Guardiola? pria ini adalah senior sekaligus mentor bagi gelandang hebat sekelas
Xavi Hernandez.
Saat beralih menjadi arsitek team mereka sukses memberikan gelar dan kejayaan bagi klub yang diasuhnya.
Cruyft
bahkan meletakkan pondasi dasar permainan Barcelona yang kemudian disempurnakan
oleh Guardiola.
Cruyf
dan Guardiola kemudian dipandang sebagai dua pelatih tersukses yang pernah
dimiliki Barcelona.
Tidak
main-main karena pondasi permainan yang ditanamkan Cruyf dan dikembangkan
Guardiola itu menjadi dasar kesuksesan Barcelona menguasai Spanyol, Eropa dan
dunia.
Cerita
Ancelotti di AC Milan cukup unik.
Don
Carlo berinovasi dengan menciptakan posisi deep playmaker bagi Andrea Pirlo
sekaligus merintis periode The Dream Team jilid 3 yang berbuah 2 gelar Liga
Champions.
Ancelotti
juga menjadi sosok kunci keberhasilan Real Madrid meraih La Decima Liga
Champions tahun 2014.
Adapun
Conte membangkitkan Juventus dari mimpi buruk calciopoli dan mencetak hattrick
Scudetto dengan salahsatunya dicatat tanpa sekalipun kalah…wow.
Tidak
kalah dahsyatnya adalah kiprah Diego Simeone sebagai Manager Atletico Madrid.
Jika
sebagai pemain dirinya pernah sukses membawa Atletico menjuarai La Liga musim
1995/1996, maka sebagai Manager dirinya kembali menjadikan Atletico juara La
Liga pada musim 2013/2014
Simeone
juga menjadikan Atletico konsisten sebagai petarung gelar juara La Liga bersama
duo Real Madrid dan Barcelona.
Hebatnya
lagi, Simeone membawa Atletico bertaji di Eropa dengan menjuarai Liga Europa
dan lolos ke final Liga Champions tahun 2014.
Riijkard
punya cerita lain.
Melegenda
di Milan, pria Belanda ini justru menemukan kesuksesan sebagai Manager di
Barcelona.
Riijkard
juga akan selalu dikenang sebagai pembuka jalan bagi The New Maradona Lionel
Messi.
Ya,
Messi mendapati debutnya di tim senior saat Riijkard membesut tim Catalan itu.
Riijkard
mengantarkan Barcelona meraih trofi Liga Champions 2006.
Bisa
dikatakan prestasi Riijkard boleh saja tidak secemerlang Guardiola tetapi
Riijkard adalah arsitek team yang "menghadiahkan" benih bagi team
penuh kesuksesan Guardiola yang menggantikannya.
Cerita
sukses sejumlah mantan pemain bintang tidak terjadi pada Ruud Gullit, Sami
Hypia, Marco Van Basten, Ciro Ferrara dan Filippo Inzaghi.
Mereka
boleh saja berstatus pemain bintang saat aktif bermain tapi lain soal saat menjadi
arsitek team.
Ruud
Gullit memang mampu mengantar Chelsea meraih trofi FA Cup 1997, namun
secara keseluruhan prestasinya sebagai Manager tidak secemerlang seperti saat
masih aktif bermain. Van Basten pun setali tiga uang dengan Gullit.
Sama-sama
mendunia di AC Milan dan berada dalam arahan mentor yang sama (Arrigo Sacchi),
Basten hanya sanggup mengantar Belanda lolos ke perempat final Piala Eropa
2008.
Peruntungannya
tidak berubah ketika dirinya menangani Ajax dan Heerenveen.
Bek
legendaris Liverpool Sami Hypia sama saja.
Kegemilangan
bersama Liverpool yang berujung pada trofi Liga Champions 2005 tidak berlanjut
saat dirinya menjadi arsitek Bayer Leverkusen.
Sempat
membawa Leverkusen tampil mempesona di awal musim Bundesliga 2013-2014, penampilan
team itu selanjutnya malah melempem dan berujung pada pemecatan Hypia.
Inzaghi
memiliki cerita serupa dengan Hypia saat menangani AC Milan, klub dimana
dirinya dikenal sebagai striker legendaris yang sukses mempersembahkan 1
Scudetto dan 2 gelar Liga Champions.
Tampil
menjanjikan di pekan-pekan awal, Super Pippo gagal membawa Milan mengakhiri musim
2014/2015 di zona Liga Champions.
Kisah
sedih lain datang saat Ciro Ferrara, mantan bek tangguh Juventus tidak sanggup
mengembalikan kejayaan Juventus saat dipercayai sebagai arsitek Juventus musim
2009/2010.
Ironisnya,
saat arsitek team dipercayakan kepada mantan gelandang Juventus Antonio Conte,
Juventus langsung berjaya kembali.
Catatan
keberhasilan Ancelotti, Riijkard, Conte, Cruyf dan Simeone sebagai arsitek team
menunjukkan bahwa posisi saat aktif bermain sebagai gelandang memberi banyak
pengalaman teknis yang tidak dimiliki pemain di barisan penyerang atau bek.
Seorang
gelandang atau pemain tengah otomatis selalu menjadi pusat permainan dan mau
tak mau harus bisa membaca situasi permainan.
Singkat
kata, pemain di posisi ini mengetahui bagaimana team memulai penyerangan dan
bagaimana team menyusun pertahanan.
Pengalaman
ini memberikan pemahaman taktis yang lebih baik dibandingkan pemain di posisi
lain.
Ini
juga menjadi modal awal yang bagus saat si pemain nantinya menjadi peramu
taktik team.
Pengalaman
ini tidak banyak dialami seorang penyerang yang lebih banyak berkutat di depan
gawang atau seorang bek yang berkonsentrasi penuh pada pertahanan di depan
gawang.
Fakta
ini sesungguhnya tidak bisa dijadikan patokan karena pada kenyataannya terdapat
sejumlah manager kenamaan yang tadinya bermain bukan sebagai gelandang atau
pemain tengah.
Kenny
Daglish, penyerang legendaris Liverpool adalah salah satu contohnya.
Daglish
sukses membawa Liverpool dan Blackburn juara Liga Inggris.
Roberto
Mancini juga bisa dimasukkan dalam kategori mantan penyerang yang cukup sukses
dalam karir kepelatihannya.
Manchester
City memutus puasa juara Liga Inggris saat ditangani Mancini.
Di
barisan pemain bertahan terdapat satu nama legendaris yaitu Franz Beckenbauer
yang meraih kejayaan di Piala Dunia sebagai pemain dan pelatih.
Laurent
Blanc yang tadinya berposisi sebagai bek saat bermain juga bisa dikategorikan
sukses sebagai Manager dengan keberhasilannya mengantarkan PSG menjuarai Liga
Prancis.
Namun
jika melihat kecenderungan dalam 10 tahun terakhir, rata-rata manager yang sukses
adalah mereka yang tadinya berstatus pemain bintang dan bermain di posisi
gelandang.
Diego
Simeone, Pep Guardiola dan Antonio Conte adalah manager yang terbilang sukses
dalam satu dekade ini dan mereka berposisi sebagai pemain tengah saat aktif
bermain.
Menjadi
menarik saat ini menunggu kiprah Zinedine Zidane sebagai arsitek Real Madrid.
Sanggupkah
maestro lapangan tengah asal Prancis itu menandingi kesuksesan Luis Enrique
yang membawa Barcelona meraih treble La Liga, Copa Del Rey dan Liga Champions
di musim pertamanya.
Oh
ya, jangan lupakan bahwa Enrique juga berposisi sebagai pemain tengah saat
masih aktif bermain.
Komentar
Posting Komentar