Meraba Efek Pep Guardiola Di Liga Inggris
Keputusan yang ditunggu-tunggu itu akhirnya keluar juga.
Pep Guardiola memutuskan untuk melanjutkan karir
managerialnya di Liga Inggris.
Pep memilih untuk menangani Manchester City yang
sebenarnya tidak jelek-jelek amat dengan Manuel Pellegrini musim ini.
Keputusan Pep ini sekaligus mementahkan spekulasi
bahwa dirinya akan menangani Chelsea atau Manchester United (MU), dua klub yang
masih menimbang posisi manager baru untuk musim depan.
Kedatangan sosok Pep Guardiola, pemenang 2 gelar Liga
Champions bersama Barcelona, 3 gelar La Liga Spanyol dan 2 gelar Bundesliga
Jerman bersama Bayer Muenchen (yang masih mungkin akan bertambah di akhir musim
ini) memunculkan sejumlah ulasan menarik.
Bagaimana peta persaingan Liga Inggris dengan
hadirnya Guardiola?
Apa efek kedatangan pria Catalan ini terhadap posisi
Manager di klub elit Liga Inggris?
Yang terpenting dan selalu menjadi pertanyaan bagi Pep Haters adalah apakah dirinya sanggup
berprestasi di tim yang tidak memiliki sejarah prestasi sekuat Barcelona dan
Bayer Muenchen?
Well, penjelasan
sederhana untuk ulasan pertama mengenai peta persaingan Liga Inggris pasca
kepastian Guardiola menangani City musim depan adalah Liga Inggris dipastikan
menjadi semakin sengit.
Bersama Pellegrini saat ini pun Man City secara konsisten
selalu menjadi klub yang bertarung memperebutkan gelar juara.
Di musim perdana bersama Pellegrini (musim
2013/2014), Man City langsung meraih titel juara Liga Inggris.
Di musim keduanya pun Man City boleh saja gagal
mempertahankan titel juara Liga Inggris, tetapi Chelsea yang menjadi juara saat
itu harus berjuang ekstra keras untuk merebut trofi juara.
Faktanya, meski gagal mempertahankan gelar juara, Man
City masih menjadi tim dengan lini penyerangan tersubur seiring status Sergio
Aguero sebagai top skor Liga Inggris musim 2014/2015.
Bersama Pellegrini pula City untuk pertama kalinya
berhasil lolos dari fase grup Liga Champions setelah sebelumnya selalu mentok
di fase grup.
Dimusim ini pun dengan kedatangan sejumlah bintang
baru seperti Kevin De Bruyne dan Raheem Sterling, Man City masih menjadi
petarung untuk titel juara Liga Inggris dan lolos dari fase grup Liga
Champions.
Dari sisi ini kita bisa menilai bahwa Pellgrini cukup
sukses menjadikan Man City team yang tangguh.
Ada konsistensi performa sejauh ini.
Nah, dengan kedatangan Pep Guardiola bisa dipastikan
City akan semakin berbahaya.
Pengalaman memenangkan gelar juara Liga di Spanyol
dan Jerman serta memenangkan 2 gelar Liga Champions menjadi modal berharga
untuk menjaga status Man City sebagai klub petarung titel juara Liga Inggris
dan bahkan menaikkan level favoritisme City di kompetisi Liga Champions.
Man City memenuhi persyaratan “klub kesukaan Pep”
yaitu bertabur bintang.
Lalu bagaimana efek Pep terhadap posisi Manager yang masih
“menggantung” saat ini?
Pertanyaan ini merujuk pada dua klub elit seperti
Chelsea dan MU yang ditenggarai sudah ancang-ancang memiliki Manager baru saat
musim depan bergulir.
Chelsea kemungkinan besar hanya menjadikan Guus
Hiddink sebagai Manager sampai akhir musim ini, persis saat Hiddink datang
menggantikan Luis Felipe Scolari di pertengahan musim 2008/2009.
Kegagalan mendatangkan Pep Guardiola membuat sejumlah
nama mencuat menjadi kandidat manager Chelsea.
Nama yang kini santer terdengar adalah Antonio Conte,
pelatih timnas Italia yang kebetulan memiliki kontrak kerja bersama timnas
Italia hanya sampai Piala Eropa 2016.
Dengan kemungkinan Conte tidak meneruskan karirnya di
timnas Italia, peraih 3 scudetto bersama Juventus ini menjadi kandidat terkuat
melatih The Blues.
Dibelakang Conte, terdapat nama lain seperti
Massimiliano Allegri dan Laurent Blanc.
Tentu mendapatkan Conte akan jauh lebih mudah jika
melihat Allegri dan Blanc masih terikat kontrak dengan klub masing-masing.
Jika Chelsea santer dikaitkan dengan Conte, maka MU
justru kencang dikaitkan dengan mantan manager Chelsea, Jose Mourinho.
Manajemen MU tampaknya kurang terkesan dengan
pencapaian Van Gaal sejauh ini bersama MU.
Gelontoran dana transfer untuk kedatangan Memphis
Depay, Martial dan Schweinteiger sepertinya gagal dimaksimalkan Van Gaal untuk
menjadikan MU tim yang kompetitif.
Terlempar dari fase grup Liga Champions dan kini
susah payah mengejar puncak klasemen sudah menjadi alasan yang cukup untuk
mengklaim bahwa Van Gaal tidak berhasil menangani MU.
Uniknya, jika Chelsea yang memecat Mourinho sempat
dikabarkan mengincar Pep sebagai manager mereka musim depan, maka MU justru
menjadikan Mourinho sebagai kandidat kuat manager mereka musim depan.
Adanya selentingan kabar bahwa Man City memiliki peluang
paling besar untuk mendapatkan jasa Guardiola membuat manajemen MU mencari
sosok terbaik di belakang layar mereka untuk mengarungi derby Manchester musim
depan.
Dan sosok yang paling tepat adalah Jose Mourinho.
Ya, kita tentu tidak lupa bagaimana Real Madrid membujuk
Mourinho agar mau berkarir di Santiago Bernabeu demi ambisi memutus hegemoni
Barcelona yang saat itu ditangani Pep Guardiola.
Pemandangan Inter Milan yang ditangani The Spesial
One menyingkirkan Barcelona di Camp Nou dalam laga semifinal Liga Champions
2009/2010 menjadi ilham sekaligus petunjuk bahwa masih ada manager jenius yang
mampu menahan kedahsyatan Barcelona di tangan Guardiola saat itu.
Petunjuk itu benar-benar diyakini.
Bahkan ketika Mourinho dikalahkan 0-5 dalam El
Classico perdananya melawan Pep, Florentino Perez tidak membahas sedikitpun
posisi Mourinho (sangat berbeda dengan saat Benitez ditaklukkan 0-3 dalam laga
pertama melawan Barcelona musim ini).
Faktanya, Mourinho memang berhasil mengantarkan
Madrid memutus hegemoni Barcelona bersama Guardiola.
Dimulai dari mengalahkan Barcelona di final Copa Del
Rey 2010/2011 lalu kemudian mengantarkan Madrid juara La Liga Spanyol
mengangkangi Pep Guardiola bersama Barcelona.
Entah ada korelasi atau tidak, setelah “kekalahan”
itu Guardiola memutuskan beristirahat menangani klub selama setahun.
Mourinho Lovers mengaitkan keputusan Pep tersebut
sebagai bentuk sikap menyerah Pep menghadapi perseteruan dengan The Spesial
One.
Jadi, dengan catatan perseteruan tersebut sangat
wajar jika Mourinho dipandang sebagai sosok terbaik untuk menangani MU
menghadapi Man City bersama Pep Guardiola dalam laga derby Machester.
Di belakang Mourinho terselip nama Mauricio
Pochettino, sosok yang dipandang sukses menjadikan Tottenham Hotspurs bertarung
di posisi empat besar musim ini.
Untuk kepentingan “menjual” laga derby Manchester musim
depan, tentu akan lebih banyak yang memilih nama Mourinho di belakang layar MU.
Kehadiran Pep di Liga Inggris bisa berefek pada sikap
Chelsea dan MU dalam memilih manager baru musim depan.
Bayangkan Liga Inggris musim depan bukan hanya
menjadi ajang pertarungan pesepakbola kelas dunia tetapi juga menjadi ajang
pertarungan Manager elit.
Apa pendapat anda pada sebuah liga sepakbola yang
didalamnya terdapat Arsene Wenger, Juergen Klopp, Pep Guardiola dan kemungkinan
hadirnya Antonio Conte dan Jose Mourinho?
Satu kata, SERU.
Hal lain yang tidak kalah seru untuk diulas adalah
kapabilitas Pep saat menangani klub yang tidak mempunyai akar sejarah prestasi
yang kuat.
Sejak kesuksesan menyabet 6 gelar dalam setahun
bersama Barcelona pada tahun 2009, puja puji terhadap sepakbola tiki taka ala
Guardiola mengemuka bersamaan dengan pertanyaan apakah Guardiola sanggup
berprestasi sedemikian hebat jika tim yang ditanganinya bukan Barcelona?
Beberapa peragu masih melihat bahwa keberadaan pemain
terbaik dunia Lionel Messi dan duo gelandang sekelas Xavi dan Iniesta membuat
segalanya menjadi mudah bagi Pep.
Sampai-sampai muncul pemikiran bahwa siapapun
pelatihnya, Barcelona dengan komposisi Messi, Xavi dan Iniesta tetap akan
berprestasi.
Maka saat Guardiola memutuskan menangani Bayer
Muenchen dimusim 2013/2014, para peragu mempertanyakan keberanian Pep mengadu
skill managerialnya.
Normalnya, tidak akan ada tim yang mampu menandingi
kedigdayaan FC Hollywood di kompetisi
Bundesliga Jerman.
Tanpa perlu bersusah payah, Guardiola diyakini akan
mampu menambah titel juara dalam CV managerialnya.
Fakta kemudian menunjukkan Pep mampu membawa Muenchen
meraih gelar juara Liga Jerman dua musim beruntun namun selalu gagal di Liga
Champions.
Pencapaian ini jelas kemunduran bagi Bayer Muenchen
yang dihadiahi treble winner oleh Juup Heynckes, manager sebelum Guardiola.
Pertanyaan soal siapa yang hebat, apakah Barcelona
atau Guardiolanya semakin mencuat saat musim lalu Bayer Muenchen disingkirkan
Barcelona yang ditangani Luis Enrique di semifinal Liga Champions.
Enrique yang kemudian lanjut membawa Barcelona meraih
treble winner tadinya bukan siapa-siapa saat menangani AS Roma dan Celta Vigo.
Enrique yang dianggap gagal saat membesut AS Roma
justru bersinar gemilang saat menangani Barcelona yang berisikan Messi, Neymar
dan Suarez.
Jadi yang hebat Enriquenya atau Barcelonanya?
Sama dengan pertanyaan, yang hebat Guardiolanya atau
Barcelonanya?
Ini pertanyaan yang masih mencuat saat membahas
kehebatan seorang Pep Guardiola.
Maka dengan pilihan Guardiola menangani City,
tantangan sesungguhnya kini berada di depan mata pria Catalan tersebut.
Buat beberapa penggemar sepakbola, bukan hal yang
fantastis jika dirinya bisa membawa Barcelona menguasai La Liga dan menjuarai
Liga Champions.
Bukan hal yang luar biasa juga jika Bayer Muenchen
ditangan Guardiola memenangi titel Bundesliga dua musim beruntun.
Namun akan jadi hal yang luar biasa jika City di
tangan Guardiola tidak hanya menjadi kandidat juara Liga Inggris setiap
musimnya tetapi menguasai Liga Inggris seperti Sir Alex menguasai Liga Inggris
bersama MU.
MU menjelma menjadi raksasa Liga Inggris bersama Sir
Alex, bukan sekedar kandidat juara.
Lebih jauh dari itu, Sir Alex menanamkan catatan
sejarah prestasi yang kuat bagi MU.
Apakah kemampuan Guardiola membawa Barcelona juara
Liga Champions dapat ditularkan ke Man City yang relative tidak mempunyai
sejarah prestasi kuat di Liga Champions?
Nah, jika mampu berprestasi bersama klub dengan akar
sejarah prestasi yang bagus seperti Barcelona dan Muenchen, mampukah Pep
melakukannya bersama Man City yang kaya akan uang tetapi sejarah prestasinya
belum sehebat Barca dan Muenchen?
Bagaimanapun Liga Inggris menjadi tempat terbaik untuk membuktikan kemampuan Pep Guardiola.
Jika di Spanyol dirinya hanya membawa Barcelona menantang Real Madrid dan sesekali ditantang Atletico Madrid maka di Liga Inggris dirinya menghadapi kenyataan bahwa Man City harus berhadapan dengan MU, Arsenal, Chelsea, Liverpool bahkan Tottenham Hotspurs sekalipun.
Jika di Jerman Bayer Munchen hanya mewaspadai Dortmund maka di Liga Inggris City tidak hanya mewaspadai klub elit tetapi juga klub menengah yang kerap memberi kejutan seperti Everton, Southampton bahkan Leicester City dan West Ham United.
Ini akan menjadi tantangan yang menarik bagi Pep Guardiola.
Komentar
Posting Komentar