Sinisa Mihajlovic, Akankah Menjadi Eks Inter Berikutnya Yang Sukses Di Milan?
Sinisa Mihajlovic resmi menjadi pelatih baru AC
Milan.
Mantan pelatih Sampdoria berkebangsaan Serbia itu
menandatangani kesepakatan untuk menangani AC Milan sampai pertengahan tahun
2017.
Mihajlovic menggantikan penyerang legendaris AC Milan
Filippo Inzaghi yang gagal mengangkat performa AC Milan di musim 2014/2015 dan
hanya sanggup bertengger di posisi 10 klasemen Liga Italia. Alhasil Milan dipastikan sudah dua musim beruntun
gagal tampil di kompetisi Eropa. Sebuah ironi bagi klub sebesar Milan yang sering
melabeli diri mereka sebagai klub dengan DNA kompetisi Eropa….merujuk pada 7
gelar Liga Champions Milan atau hanya kalah dari 10 gelar Liga Champions milik
Real Madrid.
Penunjukkan Mihajlovic sendiri sebenarnya sempat dipertanyakan
Milanisti terutama saat namanya mulai mencuat bersama Ancelotti dan Unai Emery
sebagai calon pengganti Inzaghi.
Ketika nama Ancelotti mencuat sebagai calon pengganti
Inzaghi, nyaris tidak ada suara penolakan dari Milanisti.
Selain karena masih terhitung sebagai salah satu
legenda AC Milan baik sebagai pemain dan pelatih, Ancelotti juga terbukti
bertaji saat menangani AC Milan dengan raihan dua gelar Liga Champions plus
tetap terbukti kualitasnya saat menangani klub di negara berbeda.
Chelsea dibawanya meraih double winner Juara Liga
Inggris dan FA Cup di musim pertamanya kemudian PSG diantarnya menjadi juara
Liga Prancis dan puncaknya saat merebut titel Liga Champions La Decima bersama
Real Madrid.
Kegagalan Ancelotti meraih satu trofi pun musim ini
dan berimbas pemecatan dari Real Madrid tidak mengurangi kerelaan Milanisti
melihat Don Carlo menggantikan Inzaghi.
Maka saat Ancelotti menegaskan keinginannya untuk
beristirahat dulu dari menangani klub, nama Unai Emery menjadi hot profile
berikutnya sebagai calon kuat pengganti Inzaghi.
Meski tidak mempunyai akar sejarah bersama Rossoneri,
Emery menjadi favorit Milanisti atas keberhasilannya mengantarkan Sevilla
menjadi juara Europa League dua musim beruntun.
Ditangan Emery, Sevilla juga konsisten menjadi
penantang perebutan tiket Liga Champions di La Liga Spanyol.
Singkat cerita, sejauh pencalonan Ancelotti dan Emery
terdengar, nyaris tidak ada penolakan bagi keduanya menggantikan Inzaghi.
Inzaghi, bagaimanapun tidak mampu mengangkat prestasi
Milan sebagai pelatih tetap merupakan sosok yang disayangi pendukung Milan
terutama jika mengingat kontribusi besarnya selama belasan tahun berkostum
merah hitam.
Dan untuk sosok yang akrab dipanggil Pippo ini,
Milanisti rela jika Ancelotti atau Emery menggantikannya.
Lain soal ketika nama Mihajlovic mulai muncul seturut
penolakan Ancelotti dan makin tipisnya peluang mendapatkan Emery, Milanisti
mulai menampakkan keberatan.
Selain belum pernah memberikan trofi pada klub yang
ditanganinya sebagaimana Ancelotti dan Emery, Mihajlovic juga masih dianggap
“sebelas dua belas” dengan Inzaghi sebagai pelatih muda yang masih dalam tahap
awal merintis karir kepelatihan.
Satu catatan lain yang membuat Milanisti rada enggan
menyuarakan Mihajlovic sebagai pelatih pengganti Inzaghi adalah sejarah Mihajlovic
sebagai eks pemain dan asisten pelatih klub rival abadi Milan yaitu Inter
Milan.
Tentu bukan pemandangan yang indah bagi Milanisti
melihat eks pemain dan asisten pelatih Inter berada di ruang ganti dan bangku
cadangan Milan dibandingkan melihat sosok sepopuler Inzaghi disana.
Namun kenyataannya, sosok Mihajlovic yang dikenal
keras dalam menerapkan disiplin pada anak asuhannya telah tercatat dalam
sejarah Milan sebagai pelatih Rossoneri.
Inilah kenyataan yang harus diterima Milanisti
sedunia.
Perpisahan Inzaghi sebagai pelatih Milan kemudian
terasa mengharukan.
Seakan-akan dirinya kalah bersaing dengan Mihajlovic
yang notabene pernah berseragam Inter Milan dan berjibaku untuk mengalahkan
Milan.
Lalu apakah memang Mihajlovic tidak pantas menakhodai
klub sebesar Milan hanya karena umurnya sebagai pelatih yang belum seberapa
dibandingkan Ancelotti dan Emery atau karena dirinya pernah berada di kubu yang
sangat berseberangan dengan Milan?
Mari cermati perbandingan Inzaghi dan Mihajlovic.
Benar bahwa umur keduanya hanya berbeda beberapa
tahun dan belum lama merintis karir sebagai pelatih.
Namun berbicara soal pengalaman, Mihajlovic
sesungguhnya masih lebih berpengalaman dari Inzaghi.
Jika inzaghi berangkat dari status pelatih tim muda
Milan dan kemudian naik pangkat sebagai pelatih tim senior Milan maka
Mihajlovic meretas karir sebagai pelatih dengan tahapan yang menurut saya lebih
baik.
Mihajlovic memulai peran di ruang ganti dan bangku
cadangan sebagai asisten pelatih Roberto Mancini saat keduanya membawa Inter
Milan meraih Scudetto.
Setelahnya Mihajlovic juga merasakan pengalaman
sebagai pelatih kepala di Bologna, Catania, Fiorentina dan terakhir bersama
Sampdoria.
Di musim yang sama dengan masa kepelatihan Inzaghi,
Mihajlovic mencatat “prestasi” lebih baik.
Jika Pippo Inzaghi hanya sanggup mengantarkan Milan
meraih posisi 10 klasemen maka Sampdoria di tangan Mihajlovic finish lebih baik
di posisi 7.
Selain di level klub, Mihajlovic juga pernah
merasakan pengalaman sebagai pelatih timnas Serbia.
Jadi terlihat bukan? Mihajlovic memiliki pengalaman
lebih mumpuni sebagai pelatih ketimbang Inzaghi.
Adapun mengenai factor Mihajlovic sebagai eks pemain
dan asisten pelatih Inter, Milanisti justru rasanya perlu berkaca pada
perjalanan karir Inzaghi sebagai pemain.
Masih ingatkan saat pertama kali Super Pippo hadir di
Milan? Ya, dirinya adalah eks penyerang rival Milan lainnya yaitu Juventus.
Inzaghi menjadi penyerang yang “setengah hati”
dicintai oleh Milanisti saat awal berkostum Milan.
Namun seiring perjalanan waktu, dirinya bahkan
bertransformasi sebagai penyerang legendaris Milan.
Masih kurang? Coba perhatikan dua gelandang
legendaris Milan di periode tahun 2000-an, Andrea Pirlo dan Clarence Seedorf.
Keduanya datang dari musim-musim yang gagal di Inter
Milan.
Apa yang terjadi saat keduanya berada di AC Milan?
Pirlo dan Seedorf menjadi pilar delapan tahun kesuksesan Ancelotti bersama
Milan yang meraih 2 trofi Liga Champions, 1 Scudetto, Piala Super Eropa dan
Piala Dunia Antar Klub.
Jadi sesungguhnya bukan hal yang tabu ketika eks
pemain atau pelatih klub rival berbalik menangani tim rivalnya.
Keberhasilan Andrea Pirlo dan Massimiliano Allegri,
dua eks Milan di Juventus membuat Juventini melupakan fakta bahwa keduanya
adalah mantan personil AC Milan.
Allegri sendiri merupakan contoh paling pas dengan
kondisi Mihajlovic saat ini.
Hadir di Turin dengan sambutan penolakan dari
Juventini karena latar belakangnya sebagai pelatih Milan, Allegri kini bisa
jadi lebih “disayangi” Juventini ketimbang Conte berkat gelar double winner
Scudetto dan Coppa Italy dimusim perdana plus keberhasilan lolos ke dinal Liga
Champions…..sesuatu yang tidak bisa dicapai pelatih kesayangan Juventini
sebelumnya, Antonio Conte.
Jadi Milanisti sebaiknya memberi kesempatan kepada
Mihajlovic dan berharap agar Mihajlovic menjadi eks Inter berikutnya yang
meraih sukses besar di Milan.
Komentar
Posting Komentar