Mengapa Barcelona Juara Liga Champions? Analisa Prediksi Keliru Final Liga Champions 2015
Ini adalah ulasan atau analisa atas prediksi keliru saya terkait juara Liga Champions 2015 dimana saya memprediksikan Juventus sebagai pemenang laga final melawan Barcelona.
Kenyataannya
Barcelona menang telak dengan skor 3-1.
Apa yang keliru
sehingga prediksi saya meleset?
Untuk mengetahuinya
kita harus membuka kembali dua alasan utama mengapa saya menjagokan Juventus
sebagai pemenang laga final Liga Champions di Berlin tempo hari.
Allegri menjadi
alasan pertama saya menjagokan Juventus.
Allegri adalah
alasan utama Juventus berpeluang menjadi tim kedua Italia yang meraih treble
winner setelah Inter Milan di tahun 2010.
Allegri mempunyai
pengalaman pernah membawa tim asuhannya menaklukkan dua raksasa sepakbola
Spanyol, Real Madrid dan Barcelona.
Saat menukangi AC
Milan, Allegri pernah membawa I Rossoneri menaklukkan Barcelona 2-0 dalam leg
pertama 16 besar Liga Champions musim 2012/2013 (meski kemudian pada pertemuan
leg kedua di Camp Nou gantian AC Milan takluk).
Yang teranyar
adalah saat Allegri bersama Juventus menaklukkan Real Madrid 2-1 dalam leg pertama
semifinal Liga Champions musim ini.
Pada poin inilah
menurut saya factor Allegri tidak berjalan.
Benar bahwa
Allegri pernah mengantarkan AC Milan menaklukkan Barcelona TETAPI pada pertemuan
berikutnya di musim yang sama, Allegri gantian kalah dari Barcelona.
Dan apa yang
terjadi di Berlin pada 6 Juni 2015 adalah pengulangan atas kekalahan AC Milan
dari Barcelona dalam leg kedua 16 besar Liga Champions 2012/2013.
Allegri memilih
tetap “bermain normal” menghadapi Barcelona yang tengah berbulan madu dengan
kedahsyatan trio penyerang Messi Neymar Suarez.
Allegri tampaknya
terlalu percaya diri setelah berhasil meredam ketajaman trio Bale Benzema
Cristiano Ronaldo di kubu Real Madrid.
Allegri lupa
bahwa, trio Messi Nyemar Suarez musim ini bahkan sudah menghasilkan total gol
yang melebihi pencapaian trio penyerang Madrid tersebut.
Artinya kualitas
trio penyerang Barca musim ini lebih berbahaya daripada trio penyerang milik
Madrid.
Alhasil, meski
pernah dua kali menaklukkan racikan Enrique
di AS Roma, Allegri mungkin melupakan bahwa AS Roma bukan tim yang memiliki
karakter dan materi pemain mumpuni untuk bermain dengan pola tiki taka ala
Enrique…..sangat berbeda dengan Barcelona yang kini ditangani Enrique.
Singkat cerita,
Allegri gagal membaca situasi bahwa Enrique kini hadir dengan materi pemain dan
tim yang lebih berkualitas bahkan jika dibandingkan dengan kualitas pemain yang
dimiliki Juventus.
Allegri juga “salah
mengartikan” kemenangan atas Real Madrid di fase semifinal, karena Real Madrid
musim ini terbukti tidak sebaik Barcelona sehingga memperlakukan Barcelona
dengan strategi yang tidak jauh berbeda saat menghadapi Barcelona adalah sebuah
langkah awal untuk kalah (formasi dan
pilihan pemain Allegri saat di final menghadapi Barcelona tidak banyak berubah dibanding
saat menghadapi Madrid di semifinal).
Faktor kedua yang
menjadi alasan saya menjagokan Juventus dalam final Liga Champions (dan
terbukti keliru) adalah karakter Juventus sebagai tim yang mengusung pertahanan
kokoh.
Pertanyaannya,
apakah Juventus bermain bertahan dalam laga final tempo hari? TIDAK
Juventus memilih
mengedepankan permainan terbuka dengan langsung menekan di menit-menit awal.
Saya menduga bahwa
Juventus memang berencana mengincar gol cepat di awal pertandingan untuk
kemudian bertahan di sisa laga….persis saat menghadapi Real Madrid.
Rencana yang
kemudian menjadi berantakan karena Juventus justru kebobolan gol cepat di menit
ke 4 hasil dari sepakan Ivan Rakitic.
Juventus melupakan
fakta bahwa dalam tiga laga final Liga Champions yang dimenangi Barcelona dalam
10 tahun terakhir, Barcelona menaklukkan Arsenal pada final 2006 dan
mengalahkan MU pada final 2009 dan 2011.
Arsenal dan MU
adalah tim yang memiliki identitas sama yaitu memainkan sepakbola menyerang dan
mereka memilih bermain terbuka saat meladeni Barcelona.
Dan kemudian
sejarah mencatat dua klub tersebut gagal mengalahkan Barcelona di final.
Juventus
seharusnya memperhatikan saat Barcelona disingkirkan Inter Milan pada semifinal
Liga Champions 2010 dan saat ditaklukkan Chelsea juga di semifinal Liga
Champions 2012…..kedua tim itu mengusung pertahanan kokoh beraromakan Italia.
Artinya Juventus
sebenarnya bisa saja memilih untuk mengedepankan pertahanan sebagai “jualan
utama” mereka saat final kemarin.
Toh bagaimanapun
Juventus adalah tim dengan pertahanan terkuat dari empat semifinali Liga
Champions.
Artinya, Juventus sesungguhnya
sudah memiliki “obat penawar” atas kedahsyatan tiki taka ala Enrique namun
mereka tidak menggunakannya atau mungkin salah menggunakannya.
Terlepas dari
ketidakhadiran Chielini untuk melengkapi trio Buffon Bonucci Chielini di
jantung pertahanan Si Nyonya Tua, Juventus rasanya tetap akan kalah jika
memilih bermain terbuka seperti kemarin.
Allegri keliru
mengambil pendekatan permainan dan berakibat karakter tangguh dan ulet dari pertahanan
Juventus yang mengantarkan mereka meraih double winner Scudetto dan Coppa Italy
tidak terlihat.
Barcelona
memanfaatkan dengan baik hal tersebut dan merasakan buah manisnya di akhir laga
dengan mengangkat si kuping besar.
Selamat Barcelona.
Komentar
Posting Komentar