Ketika Vardy Mendadak Tajam

Hasil gambar untuk jamie vardy 
Liga Inggris 2015/2016 memunculkan dua tim kejutan yang bertarung di papan atas klasemen.
Dua tim itu adalah Leicester City dan West Ham United.
West Ham menjungkirbalikkan prediksi pengamat sepakbola usai menaklukkan Arsenal, Liverpool dan Manchester City di kandang tim-tim besar tersebut dan itu belum termasuk kemenangan tim asuhan SLaven Bilic saat menjamu sang juara bertahan Chelsea.
Leicester City lain lagi.
Tim yang musim lalu berjuang untuk selamat dari jurang degradasi, kini malah sempat-sempatnya merasakan status sebagai pemuncak klasemen.
Pertanyaan besar kemudian muncul, sampai berapa lama Leicester dan West Ham mampu bertarung di papan atas klasemen?
Usai 13 pekan berlalu, Leicester tetap konsisten bertarung di papan atas klasemen sementara West Ham kini terlempar dari posisi empat besar klasemen.
Sebelum Liga Inggris mementaskan pekan ke 14 pada 28 dan 29 November 2015, kedua tim bertatus tim dengan pertahanan terburuk di 10 besar klasemen dengan sudah kebobolan 20 gol.
Lalu mengapa Leicester mampu terus bertarung di papan atas klasemen?
Jawabannya karena mereka punya Jamie Vardy.
Jamie Vardy menjadi salahsatu kejutan terbesar Liga Inggris musim ini bersama mencuatnya Leicester City sebagai penghuni papan atas klasemen saat ini.

Dan usai pekan ke 14 yang mempertemukan Leicester dengan Manchester United (MU), Vardy menjawab tantangan public sepakbola Inggris untuk memecahkan rekor striker legendaris MU, Ruud Van Nistelrooy yang mencetak gol dalam 10 laga beruntun.
Ya, Vardy mencetak satu gol dalam hasil imbang 1-1 Leicester kala menjamu MU.
Gol itu boleh saja tidak memberikan kemenangan tetapi gol tersebut mengantarkan Vardy mencetak sejarah sebagai pemain yang mencetak gol dalam 11 laga beruntun pada era Premier League…wow.
Mencetak gol dalam 11 laga beruntun di kompetisi sekelas Liga Inggris jelas bukan sebuah pencapaian biasa.
Wajar kiranya jika pencapaian Vardy ini menjadi semacam golden ticket baginya untuk meraih satu jatah penyerang timnas Inggris di ajang Piala Eropa 2016 tahun depan.
Apalagi jika melihat catatan golnya musim lalu yang hanya berjumlah 5 gol dalam 34 laga, Vardy seperti tahu cara terbaik untuk “mendadak tajam” sebagai seorang penyerang, yaitu menjelang sebuah turnamen besar sekelas Piala Eropa 2016.
Pertanyaannya kini, layakkah timnas Inggris memberikan satu tempat bagi seorang penyerang yang mendadak tajam menjelang turnamen?
Tidakkah konsistensi seorang penyerang menjadi salahsatu factor kunci mengingat tidak banyak laga yang akan dimainkan dalam turnamen Piala Eropa nanti.
Seorang penyerang dituntut harus tampil dengan penampilan terbaik, jika mungkin dengan mencetak gol sejak laga pertama di fase grup.
Vardy jelas merupakan striker tertajam di Liga Inggris saat ini, tetapi konsistensinya juga jelas belum teruji.
Lain halnya jika kita berbicara mengenai Harry Kane, penyerang kejutan musim lalu.
Usai nyaris menjadi top skor Liga Inggris, Kane sempat kesulitan menemukan ketajamannya di awal musim ini.
Tetapi tengoklah kini di daftar pencetak gol terbanyak Liga Inggris, sudah ada nama Kane disana.
Ini bukti yang diberikan Kane bahwa ketajamannya musim lalu bukan sebuah kebetulan, dirinya memang punya kualitas.

Meski performa penyerang terkini menjadi acuan utama, Roy Hodgson tetap harus berhati-hati dalam
memilih penyerang yang akan dibawanya ke Piala Eropa tahun depan.
Kisah Kevin Phillips adalah contoh nyata saat ketajaman mendadak seorang penyerang menjelang turnamen besar tidak berarti apa-apa.
Hasil gambar untuk kevin phillips
Jelang turnamen Piala Eropa 2000 di Belanda-Belgia, Liga Inggris musim 1999/2000 dikejutkan dengan fenomena Kevin Phillips sebagai striker asal Inggris pertama yang mampu mencetak 30 gol di Liga Inggris sejak era Alan Shearer dan Andy Cole.
Hebatnya,  Liga Inggris musim 1999/2000 adalah musim debut Phillips bermain di kompetisi kasta tertinggi sepakbola Inggris tersebut.
Phillips yang saat itu berumur 26 tahun akhirnya mendapatkan jatah di skuad Inggris asuhan Kevin Keegan menuju Piala Eropa 2000 usai mencetak 30 gol dalam 36 laga bersama Sunderland di Liga Inggris.
Keegan bahkan ngotot untuk tetap memasukkan Phillips dalam tim yang berangkat ke Piala Eropa 2000 meski penampilan Phillips tidak memuaskan selama masa persiapan Inggris ke Piala Eropa 2000.
Tahukah anda apa yang terjadi dengan Phillips di turnamen tersebut?
Phillips tidak sekalipun mentas di ajang itu dan hanya menjadi penghangat bangku cadangan sampai akhirnya Inggris tersingkir di fase grup.
Blunder Keegan karena tidak menurunkan Phillips?
Rasanya tidak juga jika melihat bagaimana sepak terjang Phillips sesudahnya.
Performa Phillips di musim berikutnya anjlok.
Setelah mencetak 30 gol dalam 36 laga, Phillips hanya sanggup mencetak 14 gol dalam 34 laga di musim berikutnya.
Phillips bahkan tidak pernah lagi menghasilkan lebih dari 15 gol di kompetisi Premier League sesudahnya.
Karirnya di timnas Inggris pun terbilang sangat singkat untuk seorang pemain yang pernah mencetak 30 gol seperti Alan Shearer.
Hanya 8 laga yang pernah dilakoni Kevin Phillips bersama The Three Lions dan tidak ada gol yang dibuatnya dalam 8 kesempatan itu.
Well, Roy Hodgson sebaiknya tidak melupakan fakta ini.
Jika patokannya adalah konsistensi ketajaman sebagai seorang penyerang untuk berangkat ke sebuah turnamen besar, Alan Shearer adalah contohnya.
Salahsatu penyerang terbaik Inggris itu menjalani debut turnamennya bersama timnas Inggris di Piala Eropa 1996 usai mencetak 31 gol dalam 35 laga bersama Balckburn Rovers.
Catatan gol itu adalah konsistensi dari musim sebelumnya saat Shearer mencetak 34 gol dalam 42 laga dan berujung pada trofi Liga Inggris…….bukan mendadak tajam.
Jika konsistensi ketajaman seorang penyerang bukan patokan utama maka Michael Owen dan Wayne Rooney adalah contoh kejelian Glen Hoddle dan Sven Goran Errickson dalam melihat kualitas seorang penyerang.
Kedua pelatih itu menilai penyerang bukan dari catatan ketajamannya jelang turnamen…apalagi jika itu adalah “mendadak tajam”.
Hoddle memberikan Owen debut bersama The Three Lions di Piala Dunia 1998 setelah “hanya” mencetak 18 gol dalam 36 laga bersama Liverpool.
Kita semua tahu cerita selanjutnya saat Owen menjadi buah bibir turnamen tersebut dengan gol solo run nya ke gawang Argentina.
Jika Owen berbekal 18 gol untuk masuk ke berangkat ke turnamen besar, Wayne Rooney bahkan hanya bermodalkan 9 gol dalam 34 laga bersama Everton menjelang namanya terdaftar dalam tim Inggris yang bertarung di Piala Eropa 2004.
Siapa sangka, pilihan Errickson tepat karena Piala Eropa 2004 justru menjadi ajang showtime bagi Rooney.
Wayne Rooney tampil gemilang bersama Inggris meski kemudian Inggris tertahan di perempat final.
Dirinya kini bahkan berstatus pencetak gol terbanyak timnas Inggris sepanjang masa.
Dengan sejumlah catatan tersebut, Roy Hodgson kini dituntut pandai menilai apakah ketajaman Jamie Vardy saat ini merupakan jawaban bagi kebutuhan timnas Inggris jelang Piala Eropa 2016 atau hanya sekedar kejutan besar yang kerap muncul di setiap musim kompetisi Liga Inggris.

Tulisan ini juga dimuat di Harian Top Skor edisi Senin 30 November 2015

Infografis dari www.sporticos.com

Komentar