Ulas Taktik - Riedl Menumpuk Pemain Demi Mengamankan Tiket Ke Final

Jika saja timnas Merah Putih gagal lolos ke final AFF 2016 karena kalah dari sebuah tim yang hanya bermain 10 orang dengan kiper dadakan serta sudah ketinggalan skor dan aggregate maka tulisan ini akan saya mulai dengan kata-kata seperti memalukan, ceroboh, bencana, sayang sekali, kebodohan dan setumpuk kata-kata yang bermakna meratapi kegagalan.
Namun dengan fakta bahwa Boaz Salossa dkk terus melaju ke final AFF 2016 meski menjalani sebuah laga sangat ketat, maka kata awal yang muncul dalam tulisan ini adalah salut, heroik, dramatis, hebat dan setumpuk kata kekaguman dan syukur.
Ya, timnas melaju setelah melalui salahsatu laga paling sengit nan dramatis dalam sejarah AFF Cup.
Laga yang kemudian menghasilkan pemenang di pihak Indonesia namun meninggalkan respek tinggi bagi Vietnam yang kalah (atau lebih tepatnya mereka hanya gagal ke final).
Indonesia sendiri lolos dengan meninggalkan sejumlah catatan yang perlu dicermati sebagai bahan perbaikan menghadapi laga final pada 14 dan 17 Desember 2016 nanti.
Di lini depan Indonesia masih konsisten terus mencetak 2 gol tiap laga, namun problem buruknya stamina pemain yang berujung pada menurunnya konsentrasi dan refleks tampak sekali saat tim Garuda kebobolan dua gol di atas menit 80 oleh tim yang bermain dengan 10 orang.
Indonesia mesti banyak belajar dari pengalaman di laga sengit ini.

Riedl sendiri sesungguhnya sudah menyadari potensi bahaya yang akan diberikan Vietnam pada laga leg kedua ini sehingga sedari awal sudah menyusun strategi untuk mengamankan laga.
Sadar bahwa Vietnam akan habis-habisan menggempur pertahanan Indonesia demi mencari gol yang dibutuhkan, Riedl menurunkan komposisi pemain dalam formasi 4-2-3-1.
Kurnia Meiga yang penampilannya terus membaik kembali mendapatkan kepercayaan untuk berada di bawah mistar gawang.
Sepertinya suara-suara sumbang yang mempertanyakan kepantasannya sebagai kiper utama timnas Garuda mulai surut seiring perjalanan Indonesia yang masih terus melaju di turnamen sepakbola terbesar se Asia Tenggara ini.
Di depan Kurnia Meiga, Yanto Basna tampaknya benar-benar kehilangan posisinya karena Riedl memutuskan untuk hanya mengembalikan Fachrudin ke lini pertahanan.
Posisi Yanto Basna sendiri diberikan kepada salahsatu bintang muda yang melejit di leg 1, Hansamu Yama.
Keduanya diapit dua bek sayap yang tidak tergantikan, Benny Wahyudi dan Abduh Lestaluhu.
Di lini tengah, Riedl menduetkan Bayu Pradana dan Manahati Lestusen sebagai duo gelandang bertahan.
Dengan pilihan ini Riedl tampaknya ingin memperkuat fungsi bertahan tim saat diserang.
Komposisi ini membuat Bayu tidak lagi sendirian mengemban tugas bertahan di lini tengah.
Pada posisi penyerangan, Riedl menurunkan trio Stefano Lilipaly di belakang penyerang tunggal Boaz Salossa bersama dengan Andik Vermansyah dan Rizki Pora di sisi gelandang serang sayap.
Lewat komposisi 4-2-3-1 ini Riedl ingin menumpuk gelandang di lini tengah demi mengimbangi dominasi Vietnam yang pada leg 1 menguasai possession ball.
Tujuannya jelas, semakin banyak pemain di lini vital tersebut maka semakin mudah menerapkan pressing saat bertahan dan melakukan serangan balik cepat lewat kecepatan kedua sayap dan bola-bola daerah yang menjadi makanan empuk Boaz.
Apakah strategi tersebut berjalan dengan baik?

Fakta yang tersaji di atas lapangan memperlihatkan Vietnam masih sanggup mendominasi Indonesia meski Riedl sudah menambah jumlah pemain di lini tengah.
Timnas Garuda benar-benar berada dalam tekanan Vietnam.
Bertubi-tubi serangan datang silih berganti ke pertahanan Indonesia.
Sampai-sampai komentator di TV mengumpamakannya sebagai serangan 7 hari 7 malam ke wilayah pertahanan Indonesia….hahahaha…ada-ada saja.
Sekilas Indonesia tampak tidak mampu meladeni permainan cepat Vietnam namun sesungguhnya strategi Riedl berjalan dengan baik.
Penumpukan pemain di tengah membuat Vietnam tidak leluasa mengkreasikan serangan dan berujung pada pola penyerangan yang monoton.
Stasiun TV FOX Sports sempat memunculkan ulasan pergerakan pemain-pemain Indonesia saat diserang Vietnam.
Dalam ulasan itu terlihat ketika pemain Vietnam memegang bola dan sedang menyusun serangan, seluruh pemain Indonesia langsung menghidupkan mode bertahan dan pemain terdekat melakukan pressing.
Pemandangan seluruh pemain Indonesia berada di wilayah pertahanan sendiri menjadi pemandangan yang biasa sepanjang laga.
Indonesia terkadang hanya menyisakan Boaz Salossa di posisi terdepan untuk bersiap-siap melakukan serangan balik.
Seluruh pemain bergerak mundur bersama melindungi kotak penalty ketika Vietnam melancarkan serangan.
Seluruh pemain Indonesia beberapa kali terlihat beredar di sekitar kotak penalty untuk menahan gempuran Vietnam yang tampil penuh semangat dihadapan pendukung mereka.
Hal tersebut membuat serangan yang lolos dari hadangan lini tengah masuk ke kotak penalty tinggal menunggu clearance dari duet bek tengah, Fachrudin dan Hansamu.
Kalau pun serangan tersebut mengarah ke Kurnia Meiga maka daya ledaknya sudah berkurang karena sudah melalui tumpukan rapat dari pemain-pemain Indonesia sejak lini tengah.
Singkat kata strategi menumpuk pemain ini terbukti efektif meredam serangan bertubi-tubi Vietnam.

Dua buah gol Indonesia lahir dari keberhasilan lini tengah mencuri celah yang muncul ketika pemain-pemain Vietnam menyerang habis-habisan.
Kerjasama satu dua Lilipaly dan Boaz memicu kecerobohan kiper dan bek Vietnam untuk dengan mudahnya dituntaskan jadi gol oleh Lilipaly.
Begitu pula ketika Ferdinan Sinaga lolos dari jebakan offside dan membuat kiper dadakan Vietnam melakukan pelanggaran yang berujung penalty.
Meski demikian, bobolnya gawang Indonesia sampai dua kali di sisa waktu babak kedua harus menjadi perhatian.
Dua gol tersebut sebenarnya sejalan dengan fakta bahwa 50% gol Vietnam pada AFF 2016 terjadi di 10 menit terakhir babak kedua dan Indonesia tampak tidak siap menghadapi tim seperti itu.
Stamina pemain tampak sudah menurun dan berakibat pada kelengahan di kotak penalty saat pertandingan sudah memasuki meniti 80.
Memasukkan tenaga-tenaga segar seperti Dedi Kusnandar, Ferdinan Sinaga dan Zulham Zamrun juga tidak banyak membantu karena Vietnam kadung main kesetanan meski hanya dengan 10 pemain.
Proses lahirnya dua gol Vietnam menegaskan kelemahan Indonesia di menit-menit akhir laga.
Menit 84, lewat sebuah skema tendangan bebas, gawang Indonesia bobol juga.
Sadar bahwa pemain Indonesia menumpuk di dalam kotak penalty, pemain Vietnam menyodorkan bola tendangan bebas keluar kotak penalty untuk memancing pemain Indonesia bergerak keluar menghadang potensi tendangan jarak jauh.
Berhasil, tumpukan pemain Indonesia yang rapat menjadi longgar dan membuat tendangan Vietnam dari ujung luar kotak penalty Indonesia mampu menerobos masuk menghujam gawang Kurnia Meiga.
Tersentak oleh gol penyama kedudukan, Indonesia sepertinya masih berpikir bahwa Vietnam tidak akan mungkin melakukan pekerjaan ajaib membalikkan keadaan di sisa waktu dengan hanya 10 pemain.
Kenyataannya dengan konsentrasi menurun karena stamina yang mengendor membuat pemain Indonesia tidak kuasa lagi melakukan pressing seketat awal laga hingga pemain Vietnam yang motivasinya tengah meluap dari gol penyama kedudukan berhasil menerobos masuk kotak penalty Indonesia meski disana sudah berkumpul tumpukan pemain Indonesia dan lahirlah gol penyama aggregate hanya 2 menit jelang injury time berakhir!!

Laga melawan Vietnam seperti mengingatkan kembali pada laga perdana Indonesia saat kalah 2-4 dari Thailand.
Indonesia kebobolan dua gol dari Teerasil Dangda di menit-menit akhir yang membuat Indonesia takluk.
Bedanya kebobolan dua gol saat meladeni Vietnam hanya berujung pada dilaksanakannya babak perpanjangan waktu.
Keberhasilan Indonesia menyamakan kedudukan dibabak perpanjangan waktu meski sempat dikuatirkan mental pemain drop akibat horror di menit akhir babak kedua tidak terbukti.
Indonesia perlahan tapi pasti kembali mampu meredam Vietnam dan puncaknya ketika Manahati Lestusen dengan dinginnya menuntaskan hadiah penalty.
Kekuatan mental ini sudah pernah ditunjukkan saat Indonesia mengejar ketertinggalan 2 gol dari Thailand meski pada akhirnya kalah akibat 2 gol di menit-menit akhir babak kedua.
Laga ini memperlihatkan dengan jelas bahwa Riedl perlu membenahi koordinasi pertahanan di menit-menit akhir laga.
Problem stamina mungkin sulit untuk diperbaiki dalam waktu dekat tetapi pendekatan secara teknis seperti mengganti seorang penyerang dengan gelandang di lini tengah untuk menambah jumlah pemain di lini vital tersebut mungkin bisa membantu mengamankan pertahanan tim Merah Putih.
Dengan kata lain pola 4-2-3-1 Riedl bisa saja bertransformasi menjadi 4-5-0 alias bermain tanpa striker di sisa laga.
Konsistensi Boaz dkk terus mencetak 2 gol menjadi indikator bahwa lini depan Indonesia sejauh ini cukup menjanjikan.
Tinggal bagaimana Riedl memoles pertahanan agar bisa mencatat clean sheet.
Riedl tentu tidak ingin gagal pada kesempatan keduanya melakoni final AFF Cup bersama tim Merah Putih.

Ayo Indonesia Bisa!!!

Komentar