Ulas Taktik - Strategi Bertinju Ala Kiatisuk Yang Membuat KO Timnas
Bagi anda yang pernah merasakan ditolak berkali-kali
kala menyatakan cinta kepada orang yang anda sukai, mungkin anda bisa menerima
penolakan kelima dengan lapang dada karena sudah terbiasa dengan empat
penolakan sebelumnya.
Tetapi jika pada kesempatan kelima dimana anda
mendapati peluang yang sangat besar untuk mendapatkan cinta orang yang anda
sayangi lalu ternyata masih ditolak juga maka kegetiran adalah rasa yang masuk
menyesakkan dada.
Ya, kekalahan kelima Indonesia di partai puncak AFF
Cup 2016 atau yang ketiga dari Thailand meninggalkan kegetiran yang menyesakkan
dada.
Boaz Salossa dkk memang sudah menjawab ekspektasi
masyarakat ketika mereka berhasil lolos dari lubang jarum untuk berlaga di fase
semifinal.
Anak asuh Alfred Riedl bahkan memberikan sesuatu yang
tidak pernah diimpikan masyarakat Indonesia terhadap peluang tim ini di AFF Cup
2016 yaitu lolos ke final.
Harapan semakin membesar dan menggila karena pada leg
pertama final timnas Garuda mampu menekuk 2-1 Thailand, lawan yang sangat
tangguh, tim terkuat Asia Tenggara saat ini.
Didorong sejumlah catatan yang membangkitkan moral
seperti keberhasilan tim-tim seperti Leicester City dan Portugal di tahun 2016
serta tren juara Piala AFF sejak 2004 yang selalu memunculkan nama pemenang leg
pertama sebagai juara, timnas Merah Putih berangkat memasuki leg kedua di
Thailand dengan optimisme yang membumbung tinggi.
Dan ketika optimisme itu sudah membumbung sangat
tinggi maka seketika itu pula jatuh terhempas kembali ke tanah.
Semakin tinggi
harapan maka semakin sakit jika harapan itu gagal terwujud.
Sakitnya tuh
disini.
Indonesia tidak mampu mempertahankan keunggulan satu
gol dari Leg pertama dan takluk 0-2 dari Thailand.
Mengapa Boaz Salossa dkk takluk dari sang juara
bertahan?
Kiatisuk Senamuang menjadi actor kunci yang menyusun
strategi Thailand untuk membongkar pertahanan Indonesia.
“Kami tahu apa yang harus kami lakukan di leg kedua”
ujar Kiatisuk usai timnya takluk 1-2 di Leg pertama.
Benar saja, Kiatisuk membuktikan ucapan bahwa dirinya
paham apa yang harus dilakukan di leg kedua.
Sadar bahwa Indonesia tidak dapat menurunkan Andik
Vermansyah, Kiatisuk menyusun strategi ala petinju.
Jika anda sering memperhatikan pertandingan tinju,
anda tentu paham bagaimana seorang petinju akan selalu mengincar titik terlemah
lawannya.
Ketika sang lawan terluka di pelipis mata kanan maka
secara otomatis petinju yang jadi lawannya akan menforsir serangan pada sisi kanan
tubuh lawan dengan alasan sisi tubuh tersebut menjadi sisi terlemah akibat luka
pada pelipis mata kanan.
Serangan bertubi-tubi pada sisi lemah itu lambat laun
akan menjatuhkan lawan.
Dalam kasus ini, Kiatisuk memandang Indonesia terluka
pada sisi kanan mereka usai Andik Vermansyah dipastikan tidak dapat merumput.
Pandangan ini tampaknya diperoleh Kiatisuk saat
melihat dampak kehilangan Andik bagi tim Merah Putih di leg pertama.
Zulham yang turun menggantikan Andik tidak mampu
mempertahankan agresivitas dan kecepatan sayap yang jadi kekuatan Indonesia.
Penampilan kikuk Zulham juga membuat Benny Wahyudi
yang berada di belakangnya tidak mampu berkolaborasi dengan baik dan hal ini
membuka lubang di sisi kanan pertahanan Indonesia.
Gol Thailand di leg pertama lahir lewat umpan lambung
dari sisi kanan usai Andik keluar karena cedera.
Riedl membacanya sehingga mendorong Manahati ke
posisi tersebut dan menarik keluar Benny di babak kedua.
Lubang di sisi tersebut perlahan-lahan berhasil
ditutupi karena Manahati memang sudah teruji mampu mengimbangi skema serangan
yang cepat seperti saat Indonesia meladeni Vietnam.
Performa Zulham yang sedikit membaik di babak kedua juga
menolong.
Nah, kondisi ini yang tidak terjadi di leg kedua.
Turun dengan formasi 4-2-3-1, Riedl mempercayakan
sisi kanan Garuda kepada Benny dan Zulham.
Benar saja, Kiatisuk menginstruksikan Teerasil Dangda
dkk untuk menfokuskan serangan pada sisi kanan pertahanan tim Merah Putih.
Sejak awal laga sampai gol kedua tercipta, bisa
dikatakan lebih dari 50% serangan Thailand berada di sisi kanan pertahanan
Indonesia.
Benny dan Zulham yang berada di posisi tersebut hanya
mampu mengimbangi derasnya serangan Thailand di sisi tersebut sampai 25 menit
pertama.
Setelahnya duet Benny dan Zulham tampak kepayahan
menjaga sisi tersebut.
Zulham tidak lagi mampu konsisten melakukan pressing
dan Benny sendiri sampai harus melakukan pelanggaran yang berbuah kartu kuning
untuk menghadang derasnya serangan di sisi tersebut.
Skema gol pertama adalah puncak dari kepayahan
tersebut.
Lewat sebuah serangan di sisi kanan pertahanan
Indonesia, Zulham tertinggal beberapa langkah di belakang dan tidak kuasa
mengejar untuk memberikan pressing pada pemain Thailand.
Alhasil, umpan lambung berhasil dilepaskan dari sisi
tersebut dan berbuah gol pertama Thailand.
Pilihan Kiatisuk untuk menforsir serangan pada sisi
kanan pertahanan Indonesia tampaknya juga didasari analisa bahwa sisi kiri
Indonesia yang dihuni Abduh Lestaluhu dan Rizky Pora lebih menakutkan daripada
sisi seberangnya.
Kombinasi Abduh dan Rizky memang lebih energik dan
impresif dari duet Benny dan Andik di seberang, apalagi ketika Andik dipastikan
tidak berada disana.
Menyerang sisi kiri sama saja membangunkan macan
tidur dalam pikiran Kiatisuk.
Sekali serangan di sisi tersebut gagal, Indonesia
bisa dengan cepat bertransformasi dari posisi bertahan ke situasi menyerang lewat
kecepatan Abduh dan Rizky.
Resiko ini yang tidak akan diperoleh jika Thailand menyerang 7 hari 7 malam di sisi yang
dikawal Benny dan Zulham.
Duet Benny dan Zulham tidak akan memberikan ancaman
berarti jika serangan Thailand kandas di sisi tersebut.
Ketinggalan satu gol akibat serangan di sisi kanan
disadari Riedl dan direspon dengan menarik Benny untuk memasukkan Dedi
Kusnandar, seorang gelandang bertahan.
Masuknya gelandang bertahan baru membuat Manahati
bergeser mengisi posisi Benny sedangkan Dedi mengisi posisi Manahati berduet
dengan Bayu Pradana.
Sayangnya, belum sempat tune in dengan situasi permainan, Indonesia kebobolan lagi hanya 2
menit setelah kick off babak kedua.
Kali ini gol yang tercipta ibarat dua pukulan
beruntun yang menjatuhkan petinju ke atas kanvas.
Pukulan pertama karena serangan yang mengawali gol
tersebut kembali datang dari sisi kanan pertahanan Indonesia.
Pukulan kedua karena masuknya umpan dari sisi kanan
ke dalam kotak penalty dibumbui pemandangan bagaimana umpan tersebut dilepaskan
lewat kolong kaki Dedi Kusnandar alias dikolongin.
Adakah cara
yang lebih buruk untuk kegagalan menahan sebuah umpan kunci yang berbuah gol?
Lepas dari gol kedua, permainan Indonesia membaik
namun memang sudah terlambat.
Thailand sudah nyaman dengan keunggulan 2 gol
sementara Boaz dkk tampak kesulitan menemukan permainan comeback seperti yang mereka tunjukkan di leg pertama.
Ibarat petinju yang luka pelipis mata kanannya terus dieksploitasi
lawan, dua kali terpukul jatuh akibat pukulan dari sisi yang sama cukup
menjatuhkan mental.
Boaz dkk memang perlahan-lahan kembali mengimbangi
Thailand tetapi itu tidak cukup lagi karena Indonesia butuh untuk melebihi
keunggulan teknis sang juara bertahan, bukan sekedar mengimbangi.
“Thailand membuktikan mereka adalah tim terkuat di
Asia Tenggara” Riedl mengakui keunggulan teknis lawannya itu.
Ya, Indonesia kalah dari tim terbaik di Asia Tenggara
saat ini.
Indonesia kembali gagal menjuarai AFF Cup meski sudah
berada di partai final sebanyak lima kali.
Rasa sedih dan kecewa pasti menyelimuti perasaan
semua masyarakat pencinta sepakbola nasional tetapi rasa bangga bisa dipastikan
lebih besar dari itu semua karena Boaz Salossa dkk sudah membuat kejutan dan
memberikan harapan indah yang bahkan tidak sempat terlintas dalam pikiran kita
semua dengan lolos ke final.
Oh ya, buat anda yang memang pernah ditolak sampai 5
kali oleh orang yang anda sayangi, jangan menyerah untuk terus berharap dan
berusaha karena siapa tahu dia akan luluh dengan usaha keras anda.
Seperti jutaan supporter timnas yang terus berharap
dan berusaha bahwa satu saat nanti tim Merah Putih mengangkat trofi juara AFF
Cup dan memastikan status sebagai yang terbaik di kawasan Asia Tenggara.
Komentar
Posting Komentar