Misteri 2 Gol Tiap Laga, Fenomena Portugal dan Leicester Tahun 2016 Serta Tren Juara AFF Sejak 2004
Kata-kata adalah doa.
Jika Kiatisuk Senamuang pernah membaca atau mendengar
ungkapan diatas, mungkin pelatih Thailand tersebut tidak asal menyebut
kemungkinan Thailand bertemu kembali dengan Indonesia di final AFF Cup 2016.
Ya, usai tim Merah Putih lolos dari fase penyisihan
grup berkat kemenangan dramatis 2-1 atas Singapura, Kiatisuk mengucapkan selamat
sekaligus memprediksi laju tim Merah Putih ke partai puncak.
“Selamat untuk Indonesia (lolos ke semifinal),
mungkin kita akan bertemu kembali di final” ujar Kiatisuk saat itu.
Bagi Kiatisuk, Indonesia tidak pernah menjadi lawan
yang mudah.
Penampilan hebat Boaz Salossa dkk yang sempat
menyamakan kedudukan menjadi 2-2- usai tertinggal 2 gol saat Thailand meladeni
Indonesia di laga perdana fase penyisihan grup membuka mata Kiatisuk bahwa anak
asuh Alfred Riedl adalah tim tangguh.
Faktanya memang hanya tim Garuda yang mampu membobol
gawang Thailand sepanjang turnamen AFF Cup 2016 berlangsung.
Fakta diatas semakin menjadi-jadi usai leg 1 Final
AFF Cup 2016 yang berlangsung di Stadion Pakansari Cibinong Bogor pada Rabu 14
Desember 2016.
Tim Garuda kini menjelma bukan hanya sekedar tim yang
sanggup membobol gawang Thailand tetapi menjadi satu-satunya tim yang mampu
mengalahkan juara bertahan AFF Cup itu.
Kemenangan 2-1 timnas Indonesia atas Thailand bahkan
semakin mendekatkan tim Merah Putih pada gelar juara perdana di turnamen
sepakbola terbesar se Asia Tenggara itu.
Bukan sesuatu yang berlebihan jika mengatakan Boaz
Salossa dkk kini hanya selangkah lagi menunggu tangga juara.
Kondisi yang bahkan tidak pernah terjadi dalam mimpi
terliar supporter timnas sekalipun.
Bagaimana tidak, tim ini hanya dipersiapkan kurang
dari setahun dengan sejumlah latar belakang permasalahan yang ada.
Tim ini dibentuk saat Indonesia baru saja lepas dari
sanksi FIFA yang meniadakan kompetisi resmi sebagai ajang penggemblengan
pemain.
Gelaran kompetisi yang ada hanya bersifat turnamen
dan liga tanpa degradasi sehingga tentu tidak bisa dibandingkan dengan sebuah
gelaran liga yang kompetitif.
Tidak cukup sampai disana, proses pembentukan tim pun
tidak luput dari masalah.
Gelaran AFF Cup 2016 yang berlangsung di tengah
kompetisi ISC membuat pemilik-pemilik klub membatasi maksimal 2 jumlah pemain
yang boleh ditarik ke timnas.
Saya masih
tidak habis pikir dengan logika dan nasionalisme klub ketika menomorduakan
kepentingan bangsa negara yang diwakili pada timnas AFF Cup 2016
Jadilah Alfred Riedl dipaksa memaksimalkan stock
pemain yang ada.
Kondisi yang berbuah berkah karena talenta-talenta
baru di timnas bermunculan dan menjadi pahlawan-pahlawan sepakbola baru di mata
masyarakat.
Kita mungkin tidak akan terlalu mengenal sosok Rizky
Pora, Fachrudin, Abduh Lestaluhu, Lerby Leandry sampai Bayu Pradana jika tidak
ada kendala dalam pembentukan timnas.
Nama-nama diatas menjadi bagian penting dalam
perjalanan timnas Garuda di gelaran AFF Cup 2016 yang hanya selangkah lagi
merengkuh trofi juara.
Ya, hanya selangkah lagi.
Langkah Boaz Salossa dkk yang sudah kian dekat dengan
trofi juara mengkonfirmasi beberapa catatan yang mendukung Indonesia menjadi
negara sepakbola terbaik di Asia Tenggara tahun ini.
Meski berangkat ke AFF Cup 2016 dengan sejumlah
keterbatasan dan berada di grup yang terbilang berat bersama Thailand, Filipina
dan Singapura, timnas Indonesia mematahkan semua prediksi dengan terus melaju
bersama sejumlah catatan yang mengabaikan segala perhitungan teknis.
Indonesia boleh saja berangkat ke turnamen dengan
berita buruk kehilangan Irfan Bachdim, striker utama timnas bersama Boaz
Salossa namun faktanya timnas Garuda terus konsisten mencetak 2 gol setiap
laga.
Ada apa dengan 2 gol tiap laga ini?
Sungguh unik mendapati tim Merah Putih terus
konsisten mencetak 2 gol tiap laga dan seakan-akan catatan ini menjadi jimat
bagi laju Boaz Salossa dkk ke tangga juara.
Konsisten mencetak 2 gol tiap laga menunjukkan bahwa
tidak ada masalah di lini depan timnas meski kehilangan Irfan Bachdim.
Dua gol tiap laga juga mengkonfirmasi bahwa Indonesia
mempunyai mental juara.
Perhatikan saat Indonesia mencetak 2 gol penyama
kedudukan saat tertinggal 2 gol dari Thailand di laga perdana.
Lalu lihat juga 2 gol comeback yang meloloskan
Indonesia ke semifinal usai menang 2-1 atas Singapura (Indonesia saat itu
sempat tertinggal 0-1)
Dua gol juga mampu dicetak timnas Indonesia meski
bermain di bawah tekanan hebat Vietnam pada laga leg kedua semifinal di Hanoi.
Terakhir adalah 2 gol comeback dramatis yang
ditunjukkan timnas Garuda saat mengalahkan Thailand 2-1 pada leg pertama final
AFF Cup 2016.
Kekuatan mental yang ditunjukkan dari setiap 2 gol
tersebut jadi modal berharga Boaz Salossa dkk menuju trofi juara.
Di luar itu, tahun 2016 sepertinya menjadi tahun bagi
tim underdog untuk menciptakan kisah pencapaian fenomenal.
Kita tentu masih ingat bagaimana Leicester City
menggemparkan dunia sepakbola usai meraih titel juara Liga Inggris, kompetisi
sepakbola domestic yang konon paling populer dan paling ketat di dunia.
Berbekal pemain “murah meriah” dan ditangani manager
“spesialis runner up” dalam diri Claudio Ranieri, The Foxes sukses mengangkangi
tim-tim elit sekelas Chelsea, Liverpool, Arsenal, MU dan Man City.
Fenomena keberhasilan underdog yang berlanjut lagi di
gelaran Piala Eropa 2016.
Kala banyak prediksi juara mengarah pada Spanyol,
Inggris, Italia, Jerman dan tuan rumah Prancis, Portugal menyodok sebagai tim
yang mengangkat trofi juara.
Perjalanan Portugal menuju tangga juara juga tidak
mulus.
Hanya berbekal 3 hasil seri di penyisihan grup, CR7
dkk melaju dengan hasil seadanya namun cukup mengantar mereka ke partai puncak
Piala Eropa 2016.
Bagaimana tidak, hanya pada fase semifinal saja
Portugal berhasil menang dalam laga 90 menit dimana laga lain mesti dilalui
dengan kemenangan yang kata banyak orang tidak meyakinkan.
Magis tahun underdog benar-benar jadi kenyataan bagi
Portugal di partai final Piala Eropa 2016.
Kehilangan CR7, mega bintang sekaligus kapten mereka di
babak pertama tidak menghilangkan magis tahun 2016 bagi Portugal.
Lewat sebuah sepakan jarak jauh di babak extra time dari
Eder, pemain pengganti yang tidak bersinar di klubnya, Portugal merengkuh trofi
juara Piala Eropa 2016.
Dua pencapaian fenomenal dari dua tim yang tidak
diunggulkan menjadi juara terjadi di tahun 2016.
Adakah ini adalah magis tahun 2016 yang akan menjadi
factor X bagi timnas Indonesia untuk mengangkat trofi juara AFF Cup 2016 usai
selalu gagal di empat final sebelumnya?
Faktanya, Indonesia berhasil mengalahkan Thailand,
juara bertahan AFF Cup sekaligus tim terkuat di Asia Tenggara saat ini pada leg
pertama final AFF Cup 2016.
Sejarah mencatat sejak AFF Cup menggunakan format
final home away di tahun 2004, tim yang menang di leg pertama selalu berhasil
keluar menjadi juara!!
Hmmm….(tersenyum
membayangkan Boaz Salossa mengangkat trofi juara AFF Cup 2016)
Komentar
Posting Komentar