Mengapa AC Milan Terpuruk?
Sejak tahun 2011 atau terakhir kali AC Milan meraih gelar juara bergengsi berupa Scudetto 2011 yang kemudian berlanjut dengan gelar Super Coppa Italy, para penggemar AC Milan sedunia (Milanisti) harus melihat team kesayangan mereka terpuruk dari tahun ke tahun.
Dan puncaknya adalah saat untuk pertama kalinya di
musim 2014/2015, AC Milan gagal berlaga di kompetisi bergengsi antar klub
Eropa, Liga Champions.
Parahnya lagi, untuk sekedar tampil di kompetisi
kasta kedua pun (Liga Europa), AC Milan tidak mampu.
Sebuah ironi bagi klub tersukses Italia di Eropa
dengan raihan 7 gelar Liga Champions yang sering mengatakan bahwa mereka
memiliki DNA Eropa.
Apa yang salah di AC Milan?
Ada tiga factor utama yang menurut saya menjadi
penyebab utama keterpurukan AC Milan saat ini.
Yang pertama adalah kebijakan klub terhadap transfer
pemain bintang.
Coba cermati bagaimana skuad AC Milan pada periode
kepelatihan Ancelotti yang bergelimang gelar.
Ada Nesta dan Maldini di jantung pertahanan.
Ada Rui Costa, Kaka, Seedorf dan Andrea Pirlo di lini
tengah mereka…..kombinasi yang membuat mereka mendapat julukan The Dream Team.
Lalu di barisan penyerang, Ancelotti sangat beruntung
memiliki duet Shevchenko dan Inzaghi yang sedang dalam puncak perfoma mereka.…terbukti
Andriy Shevchenko meraih Ballon D’Or saat bersama AC Milan.
Dengan komposisi pemain bertaburan bintang itu, AC
Milan merajai Liga Champions dengan mengangkat trofi juara pada 2003 dan 2007.
Tambahkan pula keberhasilan mereka melaju ke laga
final Istanbul di tahun 2005 yang berakhir menyakitkan bagi Maldini dkk.
Di luar trofi Liga Champions, Ancelotti dan team
bintangnya juga meraih semua trofi yang mungkin didapatkan….mulai dari Coppa
Italy, Super Coppa Italy, Super Cup Eropa sampai Piala Dunia Antar Klub.
Transfer pemain bintang juga menjadi alasan
keberhasilan Allegri meraih scudetto dimusim pertamanya di San Siro.
Saat itu Allegri dibekali talenta hebat semodel
Alexandre Pato, Robinho, Kevin Prince Boateng, Thiago Silva dan yang paling
dahsyat adalah Zlatan Ibrahimovic.
So….jelas sudah…kebijakan transfer pemain bintang
Milan saat itu berimbas pada performa juara Milan.
Terbukti, sejak kepergian Kaka pada 2009 yang
berlanjut dengan eksodus pemain bintang seperti Ibrahimovic dan Thiago Silva,
AC Milan seakan kehilangan jimat juara mereka yang tersemat pada pemain
bintang.
Kalaulah Milan memiliki “pemain bintang” dalam skuad
terkini, Milan sesungguhnya sedang berusaha mengembalikan kebintangan sang
pemain BUKAN mendapatkan pemain bintang.
Torres, Montolivo, Keisuke Honda dan Alessio Cerci
adalah gambarang pemain yang “dilabeli bintang” tetapi sejauh ini gagal menjadi
bintang yang diharapkan.
Faktor kedua keterpurukan Milan adalah melempemnya
kinerja Milan Lab.
Milan Lab ikut unjuk nama sebagai bagian dari
keberhasilan era Ancelotti di Milan.
Keperkasaan pemain-pemain yang dianggap sudah menua
dalam memberikan gelar juara kepada Milan membawa harum nama Milan Lab sebagai
salahsatu Lab klub sepakbola paling berhasil di Eropa.
Bayangkan….pemain sudah berumur seperti Maldini, Costacurta,
Serginho dan Cafu mampu menjadi bagian penting dari perjalanan sukses Milan di
era Ancelotti.
Sesuatu yang kemudian gagal diulangi oleh Milan Lab
saat mendatangkan Ronaldo, Ronaldinho, Vieri dan bahkan menjadi salah satu
“tersangka” cedera terus menerus yang dialami Alexandre Pato.
Faktor cedera ini pula yang menjadi alasan mengapa Milan terus terpuruk karena jarang sekali bisa memainkan tim terbaik mereka dari pekan ke pekan.
Faktor cedera ini pula yang menjadi alasan mengapa Milan terus terpuruk karena jarang sekali bisa memainkan tim terbaik mereka dari pekan ke pekan.
Faktor terakhir adalah pada nakhoda team atau pilihan
pelatih yang menangani team.
Pemilihan Ancelotti sebagai pelatih AC Milan adalah
salahsatu replikasi sukses Berlusconi saat menunjuk sosok nirgelar seperti
Arrigo Sacchi yang kemudian malah menjadi salahsatu pelatih legendaris Milan.
Kehebatan pemilihan pelatih yang kemudian berlanjut
saat Capello menggantikan Sacchi.
Benang merah dari Sacchi, Capello dan Ancelotti
adalah mereka bukanlah pelatih dengan deretan gelar bergengsi saat dipilih
Berlusconi menangani Milan.
Dan bersama Milan mereka menorehkan catatan emas
sebagai pelatih hebat di Eropa bahkan dunia.
Kondisi yang kemudian gagal berlanjut saat Leonardo
menggantikan Ancelotti.
Makin parah saat Inzaghi hadir menggantikan Seedorf
yang menangani Milan hanya dalam hitungan bulan.
Sejauh ini Inzaghi tidak memberikan impresi
signifikan bagi performa Milan.
Dari era Ancelotti, Leonardo, Allegri, Seedorf dan
Inzaghi, Super Pippo adalah pelatih dengan raihan poin terendah.
Seedorf yang digantikannya bahkan mencatat raihan
poin yang lebih baik.
Atensi khusus perlu diberikan pada Allegri.
Datang dan meraih scudetto dimusim pertama bersama
Milan, Allegri sesungguhnya adalah tipikal pelatih yang dicari-cari Milan.
Pelatih yang mampu beradaptasi dengan kondisi
internal Milan.
Perhatikan saat Milan harus kehilangan bintang utama
mereka Ibrahimovic dan Thiago Silva ke PSG, Allegri mampu tetap menjaga Milan
tampil di kompetisi Liga Champions.
Bukan catatan biasa jika melihat bagaimana saat itu
Milan tidak memiliki komposisi team yang baik. Terbukti saat Allegri
bermaterikan pemain yang lebih baik di Juventus, Allegri meneruskan hegemoni
Juventus di Liga Italia.
Nah, dengan keberadaan tiga factor utama keterpurukan
Milan tersebut, maka jelaslah bahwa Berlusconi memegang peranan penting untuk
membangkitkan kembali Milan.
Apakah transfer pemain bintang akan kembali
dijalankan?
Akankah Milan akan mengulangi tradisi pemilihan
pelatih “tidak dikenal” untuk meretas sukses bersama Milan?
Terakhir dan tidak kalah penting, menunggu
kebangkitan Milan Lab sebagai salah satu Lab. Klub Sepakbola terbaik di Eropa
bahkan dunia.
Thank you for the information, articles you nice and really helped me...!!!
BalasHapus