Antonio Conte, Sosok Keras Baru Di Stamford Bridge
Tahun 2006 menjadi tahun yang suram bagi Juventus.
Klub yang bermarkas di Turin itu
divonis bersalah dalam kasus Calciopoli yang menggemparkan persepakbolaan
Italia.
Akibat dari vonis tersebut, klub
pemegang Scudetto terbanyak itu harus turun kasta dan bermain di Serie B.
Tidak hanya itu, gelar Scudetto
2004/2005 dan 2005/2006 milik Juventus dicabut.
Ibarat mimpi buruk, Si Nyonya Tua
(Julukan Juventus) sudah jatuh tertimpa tangga.
Pemain bintang seperti Fabio Cannavaro
dan Zlatan Ibrahimovic ogah turun
level kompetisi dan memilih meninggalkan klub tersebut.
Publik kemudian menunggu, sanggupkah
Juventus bangkit dari mimpi buruk mereka?
Berapa lama klub ini bermain di Serie B
dan kembali jadi klub elit di Seria A?
Singkat cerita, tidak butuh waktu lama
bagi Juventus untuk merajut kebangkitan mereka dari keterpurukan bermain di Serie B.
Hanya butuh satu musim, Juventus
kembali ke Serie A di bawah asuhan Didier Deschamps.
Bukan hal yang mengejutkan mengingat
level Juventus memang bukan di Serie B.
Tantangan sesungguhnya bagi Juventus
adalah seberapa cepat mereka mampu kembali berprestasi di Serie A.
Sebelum dihukum bermain di Serie B,
Juventus adalah klub penguasa Liga Italia bersama AC Milan.
Namun saat kembali ke Serie A pada
musim 2007/2008, Inter Milan sedang menguasai kompetisi tertinggi di Italia
itu.
Inter Milan memenangi Scudetto empat
kali beruntun sejak musim 2006/2007 sampai 2009/2010.
Lepas dari Deschamps yang meninggalkan
Juventus setelah klub itu kembali berlaga di Serie A, Si Nyonya Tua ditangani
sejumlah manager mulai dari yang berpengalaman seperti Claudio Ranieri, Alberto
Zaccheroni, Luigi Del Neri sampai yang muda dan potensial seperti Ciro Ferrara.
Hasilnya?
Tidak ada satu pun nama manager diatas
yang sanggup mengembalikan keperkasaan Juventus sebagai salahsatu klub besar di
Italia.
Sampai kemudian Juventus menunjuk
Antonio Conte sebagai manager baru Juventus jelang musim 2011/2012.
Bagi penggemar sejati Juventus pasti
mengenal sosok ini.
Antonio Conte adalah bintang Juventus
yang berseragam hitam putih selama 13 tahun dari tahun 1991 – 2004.
Bukan hanya tercatat sebagai pemain
Juventus, Conte juga pernah menjadi kapten Si Nyonya Tua pada tahun 1996
setelah bintang Juventus saat itu Gianluca Vialli dan Fabrizio Ravanelli
hengkang dari Turin.
Status kebintangan Conte tidak bisa
diperdebatkan lagi jika melihat perannya membawa Juventus menjaga status
sebagai klub raksasa Italia.
Dalam perjalanan karir suksesnya di
Juventus, Antonio Conte menjadi bagian penting dari kekuatan lini tengah Juventus
bersama Gianluca Zambrotta dan Pavel Nedved.
Bersama klub dari kota Turin itu, Conte
memenangkan lima Scudetto (1995, 1997, 1998, 2002, 2003), satu Piala UEFA
(1993), dan satu trofi Liga Champions (1996).
Sederhananya, jika penggemar Juventus
bercerita mengenai masa-masa jaya klub tersebut maka nama Conte tidak akan
terlewatkan untuk dibahas.
Termasuk ketika dirinya beralih peran
dari pemain menjadi manager Juventus.
Antonio Conte adalah sosok yang
mengakhiri penantian empat musim Juventus untuk kembali menjadi raja sepakbola
Italia.
Hebatnya lagi, Conte memastikan hal
tersebut pada musim debutnya sebagai manager Juventus.
Tanda-tanda magis Conte untuk Juventus
sudah terlihat sejak laga debut resmi Conte pada tanggal 11 September 2011.
Bermain di Juventus Stadium, Juventus
asuhan Conte langsung mendapat kemenangan pertamanya dengan mengalahkan Parma
4-1.
Selanjutnya kemenangan tandang Juventus
atas Lecce pada tanggal 8 Januari 2012 membuat sejarah baru bagi Conte dan
Juventus yang tidak terkalahkan sepanjang 17 pertandingan dan menyamai catatan
lama klub tersebut di musim 1949/1950.
Perlahan tapi pasti Conte mulai
mendapatkan ekspose lebih banyak dari media sebagai manager muda potensial yang
menangani klub sebesar Juventus.
Conte bahkan dibanding-bandingkan
dengan mantan manager Inter Milan, Jose Mourinho yang sukses mempersembahkan
treble winners pada musim 2009/2010.
Keduanya dipandang memiliki kesamaan
dalam hal karakter haus kemenangan dan kemampuan menjalin komunikasi dengan
pemain.
Perbedaannya adalah jika Mourinho
cenderung memainkan sepakbola yang mengedepankan kekuatan pertahanan maka Conte
lebih mengedepankan kekuatan penyerangan dalam formasi 4-3-3 dan 3-5-2 sebagai formasi yang paling
sering digunakannya.
Serunya dalam laga pramusim Chelsea,
Conte menerapkan pola 4-2-4 yang kental aroma menyerang.
Karakter Conte yang haus kemenangan membuatnya
jadi sosok yang sangat keras sekaligus berkarakter saat menangani anak asuhnya.
“Dia adalah pelatih yang sangat disiplin dalam
aturan. Ada kode yang sangat ketat soal bagaimana pemain harus bersikap di
lapangan dan di luar lapangan.” Gianluigi Buffon, kiper sekaligus kapten
Juventus menggambarkan pribadi Conte sebagai pelatih.
Karakter ini membuatnya juga
dibanding-bandingkan dengan sosok Sir Alex Ferguson yang terkenal keras dalam
mendidik anak asuhnya.
Karakter ini sejalan dengan gaya
permainan Conte saat masih aktif sebagai pemain tengah yang lugas dan disiplin.
“Tak banyak berbeda dengan Sir Alex Ferguson" Carlos
Tevez – mantan Pemain Manchester United dan Juventus mengamini kesamaan dua
manager tersebut
Momen pembuktian Antonio Conte sebagai
manager muda potensial terjadi pada tanggal 6 Mei 2012 saat Conte berhasil
mengantarkan Juventus meraih Scudetto ke-28 (atau ke-30 secara keseluruhan)
usai mengalahkan Cagliari 2-0 dengan Serie A menyisakan satu pertandingan
tersisa.
Bukan hanya sekedar memutus dominasi
Inter Milan selama empat musim terakhir dan membangunkan Juventus dari mimpi
buruk Calciopoli, Conte pun membawa tim yang pernah dibelanya itu memenangi
Scudetto dimusim debutnya tanpa terkalahkan
sampai pekan terakhir…wow.
Sebuah kebetulan?
Jika melihat selanjutnya Conte mampu
terus membawa Juventus meraih Scudetto sampai 3 kali beruntun maka jelas bahwa
mantan kapten Juventus ini memang punya kemampuan bagus sebagai seorang
manager, seperti kemampuan hebatnya selama 13 tahun meraih gelar bersama
Juventus.
Sosok seperti inilah yang membawa
Italia tampil gemilang di Piala Eropa 2016 dengan materi pemain yang konon
katanya terburuk dalam 10 tahun terakhir di timnas Italia.
Sosok yang memoles Gli Azzuri sehingga
memaksa Juara Piala Dunia 2014 Jerman melalui babak adu penalty untuk
menyingkirkan Buffon dkk di babak semifinal.
Sosok yang dipercaya menangani Chelsea
di musim baru Liga Inggris.
Seperti apa Chelsea ditangan Conte?
Simak seperti apa filosofi sang
Allenatore mengenai peran seorang pelatih :
“Anda
tidak bisa hanya bagus di taktik, bagus dalam memberi motivasi, bagus dari
sudut pandang psikologi atau bagus dalam menangani klub dan media. Anda harus
bagus dalam semua hal dan ahli di semua hal itu.
Agar bisa seperti itu anda harus
belajar dan sejak pertama menjadi pelatih saya masih terus belajar”
Dengan pemikiran bahwa dirinya pun masih harus terus
belajar, jangan heran jika Hazards dkk akan mendapat tempaan keras untuk
mewujudkan konsep sepakbola yang diinginkan Conte.
“Sekalipun kami menang, dia tetap saja melemparkan
botol di ruang ganti jika kami bermain buruk” Andrea Pirlo – mantan Pemain
Juventus memberikan gambaran bagaimana karakter seorang Conte.
Ini akan menjadi sebuah pertanyaan besar apakah
pemain Chelsea bisa bertahan dan menuai hasil positif di bawah model
kepelatihan Conte atau karakter Conte tidak sejalan dengan model klub seperti
Chelsea.
Chelsea sudah pernah merasakan sosok keras seperti
Mourinho yang kemudian berakhir dengan pisah jalan musim lalu.
Disisi lain, Conte sudah pernah berhasil
membangkitkan raksasa yang sedang tertidur kala membawa Juve menguasai Serie A
Italia.
Cerita mana yang akan terjadi nanti?
Menarik untuk disaksikan.
Twitter@rizkimaheng
Tulisan ini juga dimuat di Harian Top Skor Edisi 2 Agustus 2016
Tulisan ini juga dimuat di Harian Top Skor Edisi 2 Agustus 2016
Komentar
Posting Komentar