Giampiero Ventura = Blunder FIGC Untuk Timnas Italia
Mengapa tidak banyak kritikan kepada Antonio Conte
meski Italia gagal melangkah jauh pada Piala Eropa 2016?
Italia hanya sanggup melangkah sampai fase perempat
final usai ditaklukkan juara dunia Jerman lewat drama adu penalty.
Pun demikian, Conte justru mendapatkan banyak pujian
atas kiprahnya bersama timnas Italia.
Conte dianggap mampu mengangkat performa Gli Azzuri
meski runner up Piala Eropa 2012 itu datang ke Prancis dengan skuad yang
dikatakan sebagai skuad terlemah Italia dalam 10 tahun terakhir.
Strategi dan karakter pekerja keras yang ditanamkan
Conte pada Buffon dkk mengingatkan orang-orang pada kiprah Conte membangkitkan
Juventus dari aib Calciopoli.
Klub papan atas Italia yang turun kasta ke Serie B
menjelma menjadi penguasa Liga Italia selama 3 musim beruntun ditangan Conte.
Wajar kiranya jika public mempertanyakan penunjukan
Giampiero Ventura sebagai pengganti Antonio Conte.
Menggantikan sosok yang punya prestasi di level klub
seperti Conte dengan seseorang seperti Ventura yang tidak punya catatan
prestasi di level atas bersama klub membuat Italia berpotensi mengulang kisah
kegagalan Roberto Donadoni.
FIGC (PSSI nya Italia) seperti tidak belajar bahwa
timnas Italia hanya mampu menunjukkan taji jika ditangani pelatih yang memiliki
rekam jejak prestasi di level klub.
Jika melihat kinerja timnas Italia selama 10 tahun
terakhir, Gli Azzuri mampu menunjukkan kinerja menjanjikan jika ditangani
pelatih yang memiliki rekam jejak positif di level klub.
Dimulai pada tahun 2006 saat Italia ditangani Marcelo
Lippi.
Salah satu pelatih terbaik yang pernah dimiliki
Italia itu adalah peraih 5 Scudetto dan 1 trofi Liga Champions bersama
Juventus.
Rekam jejak positif itu menular ke timnas Italia.
Saat menangani Gli Azzuri di Piala Dunia 2006, Lippi
mengantarkan Buffon dkk menjadi juara usai menaklukkan Prancis dalam drama adu
penalty.
Meski gagal pada kesempatan kedua menangani timnas
Italia di Piala Dunia 2010, Lippi tetap dianggap sebagai sosok yang berprestasi
saat menangani Gli Azzuri.
Pengganti Lippi, Roberto Donadoni adalah blunder FIGC
dalam menunjuk arsitek bagi timnas Italia.
Berbeda dengan Lippi yang berangkat menangani timnas
Italia dengan bekal prestasi bersama Juventus, Donadoni sesungguhnya tidak
membawa bekal raihan trofi prestasi saat menangani Livorno dan Genoa.
Tanda-tanda Donadoni akan gagal bersama timnas Italia
langsung terlihat dalam laga debutnya bersama Gli Azzuri yang berakhir dengan
kekalahan 0-2 dari Kroasia.
Donadoni bahkan dianggap merusak kinerja Lippi yang
sebelumnya mempersembahkan trofi Piala Dunia 2006.
Untungnya mantan pemain AC Milan tersebut masih bisa
mengantarkan Italia tampil di Piala Eropa 2008.
Blunder penunjukkan Donandoni semakin nyata saat
Italia berlaga di Piala Eropa 2008.
Italia mengalami kekalahan terbesar selama 25 tahun
terakhir usai dibantai Belanda 0-3.
Perjalanan Italia berakhir di fase perempat final
setelah Spanyol menghentikan langkah Buffon dkk lewat drama adu penalty.
Lepas dari Donadoni dan kembali kepada Lippi yang
kemudian gagal membangkitkan timnas Italia, FIGC menunjuk Cesare Prandelli pada
tahun 2010.
Meski tidak bergelimang trofi juara seperti Lippi,
profil Prandelli masih lebih baik daripada Donadoni.
Prandelli adalah sosok yang mengubah tim elit Italia
sekelas Fiorentina dari keterpurukan berjuang menghindari degradasi menjadi tim
yang lolos ke Liga Champions musim 2006/2007.
Sayangnya skandal Calciopoli membatalkan
keikutsertaan Fiorentina ke kompetisi antar klub Eropa paling bergengsi itu.
Di musim selanjutnya, meski harus memulai dengan
pengurangan 15 poin, Prandelli masih sanggup membawa Fiorentina lolos ke
kompetisi UEFA Cup musim 2007/2008 (sekarang bernama Europa League).
Bisa dibayangkan jika saat itu Prandelli tidak harus
memulai musim dengan pengurangan 15 poin, Fiorentina bisa saja bertarung untuk
perebutan Scudetto.
Tangan dingin Prandelli makin terlihat saat
Fiorentina melaju sampai semifinal EUFA Cup 2007/2008 sebelum disingkirkan klub
Skotlandia Rangers lewat drama adu penalty.
Di musim tersebut Prandelli juga sukses meloloskan
Fiorentina ke Liga Champions dan berbuah penghargaan Serie A Coach of The Year
kepada Prandelli sebagai pelatih terbaik di Serie A musim 2007/2008.
Tidak heran jika kemudian penunjukkan Prandelli
sebagai pelatih timnas Italia yang baru tidak mendapatkan respon penolakan.
Prandelii memang dianggap saat itu sebagai salahsatu
pelatih terbaik yang dimiliki Italia.
Keputusan yang kemudian berbuah manis.
Dalam debutnya di turnamen besar bersama Gli Azzuri,
Prandelli mengantarkan Italia melaju sampai ke final Piala Eropa 2012 meski
kemudian harus puas hanya menjadi runner up usai ditundukkan juara bertahan
Spanyol.
Prandelli kemudian digantikan Conte usai kegagalan
Italia di Piala Dunia 2014.
Kita kemudian melihat bagaimana Conte menjadikan
Italia tampil mempesona meski Gli Azzuri tidak melaju sampai ke partai final
seperti saat ditangani Prandelli.
Nah, kini dengan Giampiero Ventura duduk di kursi
pelatih Italia, wajar jika kekuatiran akan penurunan performa Gli Azzuri
bermunculan.
Ventura jelas sosok yang berbeda dengan Conte.
Membandingkan raihan hattrick Scudetto Conte bersama
Juventus dengan pencapaian biasa-biasa saja Ventura di tim-tim medioker seperti
Pisa, Bari, Torino (3 klub terakhir Ventura) jelas tidak sebanding.
Perbandingan Conte dan Ventura yang bagaikan langit
dan bumi makin nyata jika membandingkan kinerja Conte dan Ventura saat
sama-sama menangani Bari.
Conte memenangi titel juara Serie B 2008/2009 bersama
Bari sedangkan Ventura yang menggantikan Conte hanya mampu membawa Bari
menempati posisi 10 klasemen di musim 2009/2010 yang jadi musim kembalinya Bari
ke Serie A.
Timnas Italia kini menunggu racikan dari Ventura.
Pria 68 tahun itu mesti membuktikan bahwa keraguan
tidak pantas ditujukan padanya.
“Mungkin saya belum pernah memenangi liga dan piala
tetapi tidak mudah memenangi salahsatunya jika melihat klub-klub yang saya
tangani” kata Ventura perihal ketiadaan rekam jejak trofi juara pada karir
kepelatihannya.
Sebuah pembelaan terhadap catatan minim karir
kepelatihan.
Faktanya, Conte setidaknya pernah menjuarai Serie B
bersama Bari.
Apapun itu, FIGC saat ini dipastikan deg-degan dengan
keputusan mereka mengangkat sosok yang minim prestasi di level klub.
Kisah Roberto Donadoni bisa jadi akan berulang di era Ventura bahkan bisa lebih buruk.
Tulisan ini juga dimuat pada Harian Top Skor edisi Kamis 1 September 2016Twitter @rizkimaheng
Komentar
Posting Komentar