Arsene Wenger Dan Single Terakhir Westlife

Bagi anda yang tumbuh remaja dan dewasa di era kejayaan boyband pada akhir 90-an dan awal 2000-an tentu tidak akan melewatkan satu boyband fenomenal asal Irlandia bernama Westlife.
Boyband yang dirancang menggantikan posisi seniornya Boyzone yang vakum ini malah mencetak prestasi melebihi pendahulunya.
Berkiprah sejak 1998 sampai kemudian memutuskan bubar pada 2012, boyband bentukan Louis Walsh ini berhasil mencetak 26 single top ten di Chart UK dimana 14 diantaranya menduduki puncak Chart UK.
Pencapaian yang bahkan tidak bisa disamai oleh Boyzone (hanya 18 single top ten di Chart UK dimana cuma 6 yang memuncaki Chart UK).
Westlife sering dipandang sebagai puncak dari masa jaya boyband dengan kehadirannya yang menjadi fenomena dunia.
Keberhasilan mereka menempatkan 7 single perdana secara beruntun di puncak Chart UK menyandingkan nama Shane Filan, Mark Feehily, Nick Bryne, Bryan McFadden dan Kian Egan dengan The Beatles, grup band legendaris dari Liverpool.
Tidak hanya itu, dalam sebuah polling di MTV pada tahun 2012 untuk memilih boyband terbaik sepanjang masa, Westlife mendapat polling tertinggi menyingkirkan boyband fenomenal lain sekelas Backstreet Boys dan One Direction.
Namun diluar catatan fantastis tersebut, siapa sangka Westlife tidak pernah sanggup menembus pasar Amerika Serikat, pusat musik dunia yang seringkali dianggap sebagai barometer kesuksesan musisi dunia.

Shane Filan dkk boleh menjadi idola dunia di puncak kejayaannya tetapi popularitas mereka tidak berlanjut di negeri Paman Sam meski single Flying Without Wings mereka sempat dinyanyikan pemenang American Idol Ruben Studdard.
Prestasi Westlife bahkan tidak lantas membaik untuk bersaing dengan N’Sync dan Backstreet Boys di USA meski sudah “mendompleng” lewat aksi duet dengan Mariah Carey dan Diana Ross, dua Diva yang punya nama besar disana.
Dan yang lebih mengenaskan adalah saat Westlife memutuskan bubar pada 2012 seturut dengan kemunculan album terakhir mereka bertajuk Greatest Hits.
Single dari album tersebut yang berjudul “Lighthouse” gagal memuncaki Chart UK padahal single pertama dari album-album Westlife biasanya rutin “nangkring” minimal di posisi 10 besar Chart UK.
Single Lighthouse langsung terjun bebas di posisi 32 dan menjadi single Westlife dengan pencapaian paling buruk sepanjang karir boyband yang pernah 3 kali mengadakan konser di Jakarta itu.
Ironis jika menimbang bahwa ini adalah single dan album terakhir boyband fenomenal tersebut maka seharusnya bukan hal yang sulit untuk meraih single nomor 1 untuk terakhir kalinya sebelum bubar.
Namun, dunia musik masa kini tidak mengenal kata nostalgia untuk menghargai sebuah boyband fenomenal yang akan mengakhiri “masa kerjanya” di dunia hiburan.
Telinga-telinga penikmat musik era modern tidak mengijinkan Westlife pamit dengan kepala tegak lewat pencapaian single yang membanggakan.
Pencapaian Westlife selama 14 tahun karir luar biasa mereka seakan tidak berbekas di single terakhir tersebut.
Single lanjutan dari album Greatest Hits berjudul “Beautiful World” bahkan tidak masuk Chart UK sama sekali.
“Tidak ada yang harus kami buktikan lagi di Chart UK dengan 14 single nomor 1 yang sudah kami raih, jangan lupa bahwa terakhir kali kami meraih puncak Chart UK adalah pada tahun 2006 atau sekitar 6 tahun lalu” kata Nicky Bryne soal performa single Westlife di Chart UK yang sudah tidak segarang saat pertama kali muncul tahun 1998.

Meraih sejumlah prestasi membanggakan bahkan fenomenal namun gagal menaklukkan USA serta mengakhiri karir dengan single yang tidak menjual mengingatkan kita akan kisah Arsene Wenger, arsitek Arsenal asal Prancis.
Pria berusia 67 tahun ini menangani Meriam London sejak 1996 alias hampir 21 tahun yang lalu.
Wenger menjadi satu dari sedikit saja manager yang mampu bertahan lama di sebuah klub bersama Sir Alex Ferguson di Manchester United.
Tentu bukan tanpa alasan yang kuat mempertahankan seseorang begitu lama di posisi manager.
Arsenal bersama Wenger menjelma menjadi tim penantang serius gelar juara di Liga Inggris setiap musim.
Bersama Wenger pula, Arsenal konsisten tampil di kompetisi tertinggi antar klub Eropa, Liga Champions.
Arsenal meraih total 3 titel juara Liga Inggris dan 6 FA Cup bersama mantan pelatih AS Monaco dan Nagoya Grampus ini.
Salahsatu pencapaian fenomenal Wenger bersama Arsenal yang akan selalu tercatat dalam sejarah adalah kala Arsenal meraih gelar juara Liga Inggris musim 2003/2004 tanpa pernah mengalami kekalahan.
Pencapaian itu lantas memunculkan julukan The Invicibles Team bagi Arsenal besutan Wenger yang saat itu diperkuat nama-nama bintang sekelas Thierry Henry, Patrick Vieira, Robert Pires, Dennis Bergkamp dan Sol Campbell.
Arsene Wenger bisa dipastikan adalah salahsatu bahkan merupakan manager tersukses sepanjang sejarah Arsenal.
Pencapaiannya bersama Arsenal sampai menempatkan pria berusia 67  tahun ini kedalam English Football Hall of Fame pada tahun 2006.

Meski demikian, pencapaian fantastis Wenger bersama The Gunners di tanah Inggris tidak berlanjut di ranah Eropa.
Prestasi terbaik Arsene Wenger bersama Arsenal di kompetisi Liga Champions adalah saat Thierry Henry dkk mentas di partai puncak melawan Barcelona yang saat itu diperkuat mega bintang asal Brazil, Ronaldinho.
Pada partai final tahun 2006 tersebut, Wenger harus menyaksikan anak asuhnya takluk 1-2 sekaligus memupus harapannya meraih gelar Liga Champions perdana bagi Meriam London.
Kegagalan di partai final Liga Champions itu juga sekaligus menjadi awal penurunan kinerja Wenger bersama Arsenal.
Raihan FA Cup 2005 menjadi titel juara terakhir yang dapat dipersembahkan Wenger sebelum 9 tahun kemudian dalam dua musim beruntun Arsenal akhirnya mengangkat trofi juara FA musim 2013/2014 dan 2014/2015.
Kesempatan terbaik untuk meraih gelar juara Liga Inggris yang sudah 12 tahun lebih tidak mampir di kandang The Gunners gagal dimanfaatkan Wenger musim lalu saat klub-klub elit seperti Chelsea, MU dan Man City sedang tidak stabil.
Leicester City yang biasanya selalu kalah dari Arsenal bisa-bisanya menyodok bersaing bersama Tottenham Hotspurs dan muncul sebagai juara Liga Inggris.

Kisah Wenger yang kontraknya di Arsenal akan selesai akhir musim ini seperti meniru kisah akhir karir Westlife.
Kekalahan telak 1-5 dari Bayern Muenchen di ajang Liga Champions membuat Arsenal selalu mentok di fase 16 besar ajang itu selama beberapa tahun terakhir.
Kekalahan itu membuat suara-suara yang menuntut Wenger tidak memperpanjang kontrak bersama Arsenal semakin nyaring terdengar.
Sosok yang membentuk Arsenal sebagai tim tangguh di era Premier League sudah tidak ada artinya lagi. Bahkan kenangan akan The Invicibles Team pun hanya tinggal catatan sejarah yang hanya untuk dikenang saja.
Persis seperti lirik lagu Westlife berjudul “Last Mile Of The Way”

“Like day turns to night
Stone turns to dust
Like life becomes memories”

Sama halnya dengan kisah single terakhir Westlife yang terjun bebas di posisi 32 Chart UK.
Tidak ada sisa-sisa kejayaan boyband fenomenal asal Irlandia pada single terakhir itu.
Pada saat seperti itu, keputusan Westlife membubarkan diri mungkin sudah tepat karena mereka mengakhiri karir saat panggung belum benar-benar dirubuhkan.
Wenger sepertinya menatap musim ini sebagai musim terakhirnya di Arsenal.
Jika skuad terbaik Arsenal versi Wenger yang berisikan Alexis Sanchez, Mesut Oezil dan The Walcott sekalipun tidak mampu berbicara banyak maka kemungkinan kekurangan puzzle kejayaan itu ada pada posisi manager yang menangani tim.
Faktanya, sudah 12 tahun lebih The Gunners tidak mencicipi gelar juara Liga Inggris lagi.
Wajah baru di ruang ganti Meriam London tampaknya adalah sesuatu yang diperlukan fans Arsenal.
Seperti halnya wajah fresh One Direction menggantikan wajah-wajah lama personil Westlife di alam pikiran pencinta boyband.


Komentar