Saat Keperkasaan Di Level Klub Tidak Mampu Dibawa ke Timnas

 Hasil gambar untuk lewandowski euro 2012
Dalam sebuah ilustrasi pernah digambarkan perumpamaan Lionel Messi sebagai seorang Superman ketika berbaju Barcelona dan tampil seperti Clark Kent saat berkostum Argentina. 
Demikianlah performa Lionel Messi diilustrasikan seperti perbandingan Superman yang hebat saat berkostum pahlawan super tetapi menjadi lelaki yang biasa-biasa saja saat menjadi seorang Clark Kent.
Messi saat berkostum Barcelona adalah sosok vital dengan gol-gol yang lahir begitu mudah dan dieksekusi dengan penuh keindahan seni sepakbola.
Semua gelar di level klub mulai dari Copa Del Rey sampai Liga Champions sudah dipersembahkan Messi bagi Barcelona.
Makin sempurna lagi dengan hattrick sebagai pemain terbaik dunia FIFA pada tahun 2009,2010 dan 2011.
Sebaliknya Messi saat berkostum Argentina adalah sosok pemain yang nyaris tidak berkontribusi seperti saat bermain dengan kostum Barcelona.
Dengan level permainan kelas atas di Barcelona, Messi baru sanggup mengantarkan Argentina meraih emas Olimpiade 2008 di Yunani.

Dalam situasi yang sama, hal serupa terjadi pada beberapa pemain dalam gelaran Euro 2012, setidaknya sampai laga terakhir fase grup pada 19 Juni 2012.
Tercatat sejumlah pemain bintang yang bermain cemerlang di level klub tidak mampu mentransfer performa positif mereka di  level Timnas.

Nama pertama yang menjadi sorotan adalah Robin Van Persie atau disingkat RVP.
Hadir di Polandia - Ukraina dengan membawa titel top skor Liga Inggris sebagai salah satu liga terketat di Eropa, RVP tidak sanggup berbuat banyak menolong Belanda yang akhirnya tersingkir di fase grup dengan catatan selalu kalah!
Meski selalu menjadi starter dalam tiga laga fase grup, RVP hanya sanggup menyumbang satu gol saat Belanda bersua dengan Jerman. Jumlah yang sangat minim mengingat RVP tercatat banyak membuang peluang dalam tiga pertandingan sepanjang fase grup.
Bila di Arsenal RVP mampu berjaya menjadi top skor, pertanyaan besar muncul karena dengan formasi permainan yang nyaris sama dan didukung pemain yang lebih bertalenta, RVP justru tidak mampu menampilkan permainan terbaik.
Saat di Arsenal RVP menjadi striker tunggal dengan didukung trio Theo Walcott, Gervinho dan Tomas Rosicky maka di Belanda RVP didukung oleh trio yang lebih dashyat dalam diri Arjen Robben, Wesley Sneijder dan Ibrahim Affelay.
Beban yang berat di pundaknya disinyalir menjadi alasan RVP tidak sanggup bermain lepas.
Boleh jadi status Belanda sebagai unggulan juara dan status Arsenal yang tidak diunggulkan sebagai juara memberi tekanan yang berbeda baginya.

Nama selanjutnya adalah Klaas Jan Huntelar, rekan setim RVP di Belanda.
Pemunculan namanya sebagai bintang yang gagal masih bisa diperdebatkan mengingat Huntelaar bukanlah pilihan utama di timnas Belanda, kondisi yang menjadi ironi karena Huntelaar adalah top skor Belanda selama kualifikasi.
Meski demikian Huntelaar tetap mendapat jatah bermain dalam tiga pertandingan fase grup dimana dua kali sebagai cadangan dan sekali sebagai starter.
Dalam tiga kesempatan tersebut, khususnya saat menjadi starter dalam pertarungan hidup mati melawan Portugal, Hunterlaar tidak sanggup berkontribusi maksimal.
Kehebatannya sebagai mesin gol di Bundesliga Jerman bersama Schalke seakan tidak berbekas.
Ketiadaan tandem sehati seperti Raul Gonzales yang menemaninya di Schalke bisa dikedepankan sebagai alasan penurunan performa.
Saking pentingnya peran Raul dalam performanya, Huntelaar adalah salah satu pemain yang mendorong Schalke agar mempertahankan Raul saat kontraknya berakhir musim lalu dimana kemudian Raul memilih melanjutkan karir di Liga Qatar.
So, Schalke mesti mencari tandem yang sama sehatinya dengan Raul bagi Huntelaar jika ingin menjaga ketajaman Huntelaar.
Ingat, saat bermain di tim penuh bintang seperti AC Milan, Huntelaar juga tidak mampu menunjukkan ketajamannya seperti saat di Ajax dan baru bisa menemukan insting gol nya saat berduet dengan Raul di Schalke.

Bintang berikutnya yang terbilang gagal adalah jagoan tuan rumah Polandia, Robert Lewandonwnski.
Tampil gemilang bersama Borrusia Dortmund dan memenangkan gelar Bundesliga Jerman, Lewadonwski hanya sanggup menyumbangkan sebiji gol di awal pertandingan fase grup.
Sisanya, Lewadownski melempem meski di Polandia terdapat rekan-rekannya yang ikut bermain di Borrusia Dortmund.
Shinji Kagawa adalah pemain kunci dari penurunan performa ini.
Tanpa gelandang serang yang bisa melayaninya dengan baik, Lewadonwski tidak mampu berbuat banyak.
Seperti halnya Huntelaar di Schalke, menarik melihat performa Lewadonwski setelah Kagawa hijrah ke Manchester United musim depan.

Hal serupa juga tampaknya yang selama ini menjadi pendapat umum mengenai perbedaan bak langit dan bumi untuk performa Lionel Messi di Barcelona dan timnas Argentina.
Messi bisa begitu tajam di Barcelona karena bermain dengan team yang menjadi tempat latihannya sejak remaja dan Messi didukung oleh duet lini tengah paling hot saat ini dalam diri Xavi Hernandez dan Andres Iniesta.
Duet Xaviesta ini yang tidak dimiliki oleh tim Argentina.

RVP, Huntelaar, Lewadownski dan Messi hanya sedikit saja pemain yang mampu berjaya di level klub tetapi tidak sanggup berbuat banyak bagi negaranya.
Beberapa nama besar lainnya yang menjulang bersama klub tetapi melempem bersama timnas negaranya adalah :
Ryan Giggs, meraih semua gelar bersama Manchester United tetapi bersama Wales tidak mampu membawa negaranya bahkan untuk sekedar lolos ke turnamen Piala Eropa atau Piala Dunia

Andriy Shevchenko, bergelimang gol di AC Milan, salah satu legenda Rossoneri tetapi hanya sanggup membawa Ukraina sampai perempat final Piala Dunia 2006 yang menandai akhir masa keemasannya.

Cristiano Ronaldo, pemain terbaik dunia 2008, meraih semua gelar bersama Manchester United, memecahkan banyak rekor bersama Real Madrid tetapi bersama Portugal baru mampu mencapai final Euro 2004 sebagai pencapaian maksimalnya.

Dimasa lalu bahkan tercatat nama George Best, Alfredo Di Stefano, Gary Lineker sampai Paolo Maldini yang berjaya bersama klub tetapi minim gelar di level timnas.

Sekali lagi semua fakta tersebut membuktikan bahwa sehebat-hebatnya seorang pemain bintang, dia tetaplah hanya satu dari sebelas pemain yang bertarung di tengah lapangan.
Satu lagi justifikasi bahwa sepakbola adalah permainan team.

Komentar