Konsistensi Dan Pertahanan Tangguh Jadi Kunci Scudetto Juventus
Liga Italia gagal memunculkan juara baru dalam lima
musim terakhir.
Ya, kepastian itu diperoleh usai Juventus merengkuh
gelar Scudetto kelima secara beruntun.
Kekalahan 0-1 Napoli atas AS Roma memastikan tim
asuhan Massimiliano Allegri tidak terkejar lagi di puncak klasemen dengan
keunggulan 12 poin dan tersisa tiga laga.
Sisa tiga laga untuk menuntaskan Scudetto juga
menjadi gambaran bahwa Serie A Italia musim ini berjalan sengit dan ketat.
Juventus mendapati upaya mereka mengejar raihan lima
Scudetto beruntun tidaklah mudah.
Juventus bahkan harus menunggu jelang akhir tahun
2015 untuk bisa merasakan berada di papan atas klasemen.
Performa buruk anak asuh Allegri di awal musim yang
hanya mampu meraih 3 kemenangan dalam 10 laga awal sempat memunculkan prediksi
bahwa musim inilah saatnya pemegang trofi Scudetto beralih tangan.
Dalam 10 laga awal itu Juventus bahkan sudah kalah
empat kali dan berada di posisi 12 klasemen.
Juventus perlahan-lahan mulai hilang dari pembicaraan
calon juara Liga Italia.
Adalah Inter Milan yang justru tampil efektif sekaligus
sangat menjanjikan untuk tampil sebagai pemegang trofi Scudetto yang baru.
Sampai jelang paruh musim, tim asuhan Roberto Mancini
sudah meraih 12 kemenangan dalam 18 laga.
Dahsyatnya, Mauro Icardi dkk mencatatkan 9 kemenangan
dengan skor tipis 1-0.
Inter Milan seperti tahu cara terbaik untuk meraih
poin penuh dalam setiap laga.
Titik balik perebutan Scudetto terjadi saat
pergantian tahun.
Inter Milan mendadak sulit mendapatkan poin penuh
disaat Juventus semakin menemukan konsistensi.
Dalam 10 laga awal di tahun 2016, Inter Milan hanya
mampu menang 3 kali dan sisanya kalah 4 kali dan imbang 3 kali.
Inter terjun bebas sementara Juventus terus merangkak
naik.
Bayangkan, sejak akhir Oktober 2015 Juventus tidak
terkalahkan dalam 25 laga dengan 24 laga sukses dimenangkan Buffon dkk.
Konsistensi inilah yang menjadi kunci kesuksesan
Juventus mengunci Scudetto untuk kelimakalinya.
“Juventus meraih serentetan hasil bagus tanpa
kehilangan poin untuk waktu yang lama” Legenda Napoli, Diego Maradona mengamini
konsistensi Juventus sebagai kunci Scudetto musim ini.
Napoli sendiri yang tadinya terus menempel Juventus
tidak mampu meniru konsistensi ala Si Nyonya Tua.
Napoli sesungguhnya punya modal bagus untuk terus
berburu Scudetto dengan Juventus sampai laga terakhir musim ini.
Napoli memiliki ketajaman lini depan yang lebih baik
daripada Juventus.
Sampai pekan ke 35 Napoli menjadi tim tertajam kedua
dengan 72 gol dan hanya kalah dari AS Roma yang sudah mencetak 74 gol.
Soal lini serang tajam ini pula yang menjadi
salahsatu kunci keberadaan Napoli di papan atas klasemen.
Penyerang Napoli, Gonzalo Higuain menjadi kandidat
utama top skor Serie A musim ini setelah catatan golnya sudah menyentuh angka
30 gol sampai pekan ke 35.
Bandingkan dengan catatan gol dua pemain tertajam
Juventus, Paulo Dybala dengan 16 gol dan
Mario Mandzukic dengan 10 gol yang artinya kontribusi gol dua penyerang ini
bahkan tidak lebih banyak daripada gol seorang Higuain.
Namun faktanya keunggulan pada lini penyerangan itu
tidak banyak membantu Napoli untuk mengejar dan menyalip Juventus dalam
perebutan Scudetto.
Napoli boleh sangat tajam di depan namun Serie A
adalah soal pertahanan.
Siapa yang memiliki pertahanan terbaik punya peluang
lebih besar untuk meraih Scudetto.
Juventus sudah menunjukkannya selama lima musim
beruntun.
Perhatikan 3 besar klasemen akhir Liga Italia di
empat musim terakhir berikut ini :
Musim 2011/2012
Posisi 1, Juventus, mencetak 68 gol dan kebobolan 20
gol
Posisi 2, AC Milan, mencetak 74 gol dan kebobolan 33
gol
Posisi 3, Udinese, mencetak 52 dan kebobolan 35 gol
Kesimpulan : Tim juara adalah tim yang kebobolan
paling sedikit.
Musim 2012/2013
Posisi 1, Juventus, mencetak 71 gol dan kebobolan 24
gol
Posisi 2, Napoli, mencetak 73 gol dan kebobolan 36
gol
Posisi 3, AC Milan, mencetak 67 dan kebobolan 39 gol
Kesimpulan : Tim juara adalah tim yang kebobolan
paling sedikit.
Musim 2013/2014
Posisi 1, Juventus, mencetak 80 gol dan kebobolan 23
gol
Posisi 2, AS Roma, mencetak 72 gol dan kebobolan 25
gol
Posisi 3, Napoli, mencetak 77 dan kebobolan 39 gol
Kesimpulan : Tim juara adalah tim yang mencetak gol
paling banyak dan kebobolan paling sedikit.
Musim 2014/2015
Posisi 1, Juventus, mencetak 72 gol dan kebobolan 24
gol
Posisi 2, AS Roma, mencetak 54 gol dan kebobolan 31
gol
Posisi 3, Napoli, mencetak 71 dan kebobolan 38 gol
Kesimpulan : Tim juara adalah tim yang mencetak gol
paling banyak dan kebobolan paling sedikit.
Ketemu benang merahnya?
Ya, sejak Juventus menguasai Liga Italia dalam empat
musim beruntun, tim juara selalu bertatus sebagai tim dengan pertahanan
terkuat.
Pada musim 2011/2012 dan 2012/2013, tim dengan lini
penyerangan tajam seperti AC Milan dan Napoli tidak menjamin gelar Scudetto
selama tidak memiliki pertahanan yang tangguh.
Sebagai negara yang terkenal dengan strategi
pertahanan Cattenaccionya, rumus pertahanan yang tangguh sepertinya masih
menjadi rumus gelar Scudetto.
Dan rumus itu kembali dibuktikan Juventus musim ini.
Meski bukan tim tertajam sampai pekan ke 35 (Juventus
baru mencetak 67 gol berbanding 72 gol Napoli dan 74 gol AS Roma), Si Nyonya
Tua adalah tim dengan pertahanan terkuat di Liga Italia musim ini.
Juventus baru kebobolan 18 gol sampai pekan ke 35.
Bandingkan dengan Napoli yang sudah kebobolan 30 gol
sampai pekan yang sama.
Lini pertahanan yang kokoh masih menjadi rumus
Scudetto….setidaknya untuk Juventus.
Cito Ferrara, mantan bek timnas Italia yang pernah
memperkuat Napoli dan Juventus menggambarkan kekuatan kedua team saat
diwawancarai La Gazetta dello Sport.
“Napoli memilki serangan yang sangat menakutkan.
Mereka sangat ofensif” demikian gambaran Ferrara terhadap Napoli.
“Juventus punya mental juara” Ferrara mendeskripsikan
Juventus.
“Pemain terbaik kedua musim ini adalah Buffon, yang
pertama ada Higuain” Ferrara membandingkan dua pemain kunci dalam kedua team.
Dua perbandingan Ferrara secara jelas menyiratkan
kekuatan Napoli adalah pada ketajaman lini serang sedangkan kekuatan Juventus
terletak pada mental juara dan pertahanan tangguh.
Well, pada akhirnya Buffon sebagai representasi mental
juara dan pertahanan tangguh Juventus melakukan penyelamatan penalty krusial
saat Juventus menundukkan Fiorentina.
Di laga krusial lain, Higuain sebagai representasi
ketajaman lini serang Napoli tidak mampu berbuat banyak saat Napoli dikalahkan
AS Roma.
Pertahanan terbaik masih menjadi kunci sukses
Juventus memenangkan Scudetto.
Selamat Juventini.
Komentar
Posting Komentar