Liga Champions Tidak Berjodoh Dengan Ibrahimovic
Laga leg pertama perempat final Liga Champions antara
PSG versus Manchester City yang berakhir imbang 2-2 memunculkan kembali kisah
lama berkenaan sulitnya seorang Ibrahimovic mencapai prestasi menggembirakan di
ajang Liga Champions.
Kegagalan PSG meraih kemenangan dalam laga tersebut
diwarnai ketidakmampuan Zlatan Ibrahimovic mengeksekusi hadiah penalty ke
gawang City yang dikawal Joe Hart.
Andaikan Ibra berhasil memasukkan bola dari jarak 12
meter itu, cerita akhir laga bisa saja berbeda.
Meski kemudian bomber asal Swedia itu mampu membalas
kegagalannya dengan mencetak satu gol pada leg pertama tersebut, tetap saja
hasil imbang di akhir laga memunculkan lagi kisah betapa bomber sekelas Ibra
sepertinya memang tidak berjodoh dengan Liga Champions.
Dengan usia yang sudah menginjak 34 tahun, perjalanan
karir pencetak gol terbanyak sepanjang masa timnas Swedia ini sepertinya sudah
mendekati akhir.
Ironis jika sosok sekelas Ibrahimovic harus menutup
karir cemerlangnya di level klub tanpa gelar Liga Champions.
Dikatakan ironis karena sejatinya Ibrahimovic punya
kans besar untuk bisa mengangkat trofi Liga Champions jika melihat deretan
klub-klub yang pernah dibelanya.
Ibra mulai meniti asa meraih prestasi di Eropa saat
meninggalkan klub Swedia Malmo pada tahun 2001 dan bergabung dengan raksasa Belanda,
Ajax Amsterdam yang menjadi salahsatu klub dengan sejarah bagus di Liga
Champions.
Performa hebat Ibra di kompetisi domestik
menghasilkan gelar juara Liga Belanda pada akhir musim 2001/2002.
Musim berikutnya, debut Ibra di Liga Champions pada
17 September 2002 berbuah manis kala dirinya mencetak dua gol kemenangan 2-1 Ajax
atas Lyon.
Musim debut Ibra di Liga Champions saat itu diakhiri
dengan catatan 5 gol dimana langkah Ajax tertahan di perempat final oleh AC
Milan yang kemudian menjadi juara Liga Champions musim itu.
Awal yang bagus bagi Ibrahimovic dan namanya mulai
dikenal penggemar sepakbola dunia sebagai penyerang muda yang sangat potensial.
Bisa ditebak, seperti yang biasa terjadi saat Ajax “memperkenalkan”
bintang muda potensial, maka tinggal tunggu waktu sampai klub-klub besar Eropa
lainnya menjadi tempat persinggahan berikutnya dari bintang-bintang muda Ajax.
Demikian juga halnya dengan Ibrahimovic.
Setelah membantu Ajax memenangkan juara Liga Belanda
2003/2004, Ibra berlabuh ke klub dan liga yang lebih bergengsi sekaligus lebih
menantang, Juventus di Serie A Italia.
Sama seperti di Ajax, Ibra berhasil memenangkan titel
juara Liga Italia musim 2004/2005 pada musim debutnya bersama Juventus di Serie
A.
Performa gemilangnya bahkan berbuah gelar Pesepakbola
Asing Terbaik Serie A Tahun 2005.
Meski demikian, dalam total 2 musim bersama Juventus
(2004/2005 dan 2005/2006) tidak ada pencapaian bagus Ibra di ajang Liga
Champions meski dirinya berada di klub sekelas Juventus bersama pemain-pemain
hebat sekelas David Trezeguet, Del Piero, Mauro Camoranesi dan Gianluigi Buffon
saat itu.
Dengan cerita seputar kasus Calciopoli yang
mendegradasikan Juventus ke Serie B usai musim 2005/2006, Ibrahimovic yang kebelet
dengan prestasi di Liga Champions jelas sulit untuk mengikuti jejak Del Piero
dan Buffon yang tetap bertahan bersama Si Nyonya Tua di Serie B.
Ya, Ibra harus berada di klub yang membuatnya bisa
tetap berlaga di Liga Champions.
Dan Inter Milan menjadi pelabuhan selanjutnya bagi penyerang
dengan tinggi tubuh 195 cm itu.
Tanda-tanda bahwa Ibrahimovic punya jodoh dengan
titel juara liga domestic tetapi tidak demikian halnya dengan Liga Champions langsung
terlihat dalam laga debutnya bersama Inter di Serie A dan Liga Champions.
Dalam debut Serie A nya bersama Inter (9 September
2006), Ibra langsung mencetak gol saat Inter menaklukkan Fiorentina 3-2 di
Artemio Franchi, kandang Fiorentina.
Ironisnya, tiga hari kemudian dalam debut Liga
Championsnya bersama Inter, Ibrahimovic tidak sanggup berbuat banyak kala Inter
takluk 0-1 dari Sporting Lisbon.
Tidak sampai seminggu untuk melihat dua efek
kontradiktif Ibra pada team yang dibelanya di liga domestic dan Liga Champions.
Kemenangan di liga domestic dan kekalahan di Liga
Champions.
Ibrahimovic seperti berjodoh dengan liga domestic ketika
dimusim perdana bersama Inter, Ibra menjadi top skor team dengan raihan 15 gol
dan mengantarkan Inter Milan merebut Scudetto di akhir musim 2006/2007.
Bersama Ibra, Inter mengukuhkan diri sebagai raja
sepakbola Italia dengan mencetak hattrick Scudetto 2007, 2008 dan 2009 dimana
Ibra berstatus sebagai top skor Serie A Italia dengan 25 gol pada akhir musim
2008/2009 atau musim terakhinya di Inter Milan.
Meski bergelimang gelar bersama Inter, Ibra tidak
kunjung mendulang prestasi di kancah Liga Champions.
Ibrahimovic bersama Inter Milan boleh berjaya di Liga
Italia tetapi mereka tidak bisa berbuat banyak saat bertarung di Liga Champions
meski Ibra berada bersama pemain-pemain hebat sekelas Javier Zanetti, Luis
Figo, Christian Chivu dan bintang muda yang tengah menanjak Mario Balotelli.
Disaat bersamaan pada akhir musim 2008/2009, Liga
Champions tengah diliputi euforia kehadiran Barcelona dengan sepakbola tiki
taka yang diracik Pep Guardiola bersama deretan pemain bintang sekelas Thierry
Henry, Samuel Eto’o, Andres Iniesta, Xavi Hernandes dan sang fenomenal Lionel
Messi.
Ibrahimovic jelas tidak akan menolak untuk berada di
team yang sudah terbukti mampu memenangkan Liga Champions dengan gaya keren itu.
Dan demikianlah yang kemudian terjadi, Ibrahimovic
menuju Barcelona berganti posisi dengan Samuel Eto’o yang berseragam Inter
Milan.
Dihadapan 60.000 penonton, Ibra kemudian
diperkenalkan sebagai bagian baru dari skuad penuh bintang Barcelona.
Bayang-bayang kedahsyatan Barcelona dengan trio Henry,
Messi dan Ibra sudah membumbung tinggi di tengah fans Barcelona.
Performa Ibrahimovic bersama Barcelona tampak
menjanjikan saat pemain yang mengidolakan Ronaldo (penyerang Barcelona asal
Brazil) ini mencetak rekor sebagai pemain yang selalu mencetak gol dalam 5 laga
pertama di La Liga Spanyol.
Benar saja, Ibra (lagi-lagi) berhasil meraih trofi
juara liga domestic La Liga Spanyol bersama Barcelona di akhir musim 2009/2010.
Berhasil menjaga konsistensi meraih gelar juara liga
bersama klub yang dibelanya, bagaimana dengan prestasi Ibra di Liga Champions?
Ironis, Barcelona gagal mempertahankan gelar juara
Liga Champions meski klub bertabur bintang itu sudah dihuni pemain sekelas
Messi, Henry, Iniesta, Xavi dan Ibrahimovic.
Makin ironis bagi Ibrahimovic karena Barcelona tersingkir
di fase semifinal oleh mantan klubnya Inter Milan.
Ibra makin patah hati karena Inter Milan yang
ditinggalkannya justru menjadi juara Liga Champions di musim pertama tanpanya.
Analisa Ibra tidak berjodoh dengan trofi Liga
Champions mulai mengemuka.
Analisa tersebut makin menjadi-jadi kala Ibra
berganti kostum AC Milan pada musim 2010/2011.
Ibrahimovic memenangkan scudetto bersama Milan
dimusim debutnya namun disaat bersamaan pada akhir musim 2010/2011, Barcelona
yang ditinggalkannya justru meraih kembali titel juara Liga Champions.
Sekilas langsung terlihat bahwa kepergian Ibrahimovic
ke AC Milan adalah gambaran bahwa Barcelona ditinggal pergi “pembawa sialnya”
ke AC Milan.
Analisa bahwa Ibrahimovic tidak berjodoh dengan trofi
Liga Champions makin menguat.
Bersama AC Milan yang diperkuat Alexandre Pato,
Robinho, Thiago Silva dan Kevin Prince Boateng, Ibrahimovic tidak pernah
membawa Milan melangkah jauh di kompetisi Liga Champions.
Ibrahimovic sepertinya memang sangat berjodoh dengan
trofi juara liga domestic namun tidak berjodoh dengan trofi Liga Champions.
Kala berganti kostum ke PSG yang bertabur bintang
sekelas Thiago Silva, Javier Pastore, Lavezzi dan Edinson Cavani, Ibrahimovic
sanggup membawa klub Prancis itu merajai Ligue 1 tetapi selalu gagal mengangkat
trofi juara Liga Champions.
Tanda-tanda Ibra tidak berjodoh dengan “Si Kuping
Besar” makin tidak terbantahkan jika melihat siapa saja pelatih yang pernah
menanganinya.
Pelatih jawara Liga Champions sekelas Jose Mourinho
di Inter Milan, Pep Guardiola di Barcelona dan Carlo Ancelotti di PSG saja
tidak sanggup membantu Ibra mewujudkan mimpi mengangkat trofi Liga Champions.
Nah, kegagalan Ibra mengeksekusi penalty saat PSG
ditahan imbang Manchester City dalam leg
pertama perempat final Liga Champions bisa jadi adalah buah “takdir Ibra” yang
tidak berjodoh dengan Liga Champions.
Ibrahimovic adalah salahsatu pencetak gol terbanyak
di kompetisi Liga Champions.
Ibra juga selalu konsisten meraih gelar juara liga domestic
bersama klub yang dibelanya.
Ironis memang jika dirinya tidak mampu mengakhiri
karir dengan catatan gelar juara lIga Champions di curriculum vitaenya.
Tugas membawa PSG juara Liga Prancis musim ini sudah
selesai sehingga semua fokus Ibra kini adalah ke Liga Champions.
Kalau kemudian PSG gagal lolos ke semifinal maka ketidakmampuan
Ibra mencetak gol saat berhadapan dengan Joe Hart di kotak 12 pas akan menjadi
cerita baru betapa salahsatu penyerang terbaik yang pernah ada di tanah Eropa
ini memang ditakdirkan tidak berjodoh dengan Liga Champions.
Tulisan ini juga dimuat pada Harian Top Skor Edisi Selasa 12 April 2016
Tulisan ini juga dimuat pada Harian Top Skor Edisi Selasa 12 April 2016
Komentar
Posting Komentar