Kesempatan Ketiga Riedl Di Timnas Indonesia, Mengulang Sejarah AFF 2010 Atau AFF 2014?
Piala AFF 2016 menjadi kesempatan ketiga bagi Alfred
Riedl menangani timnas sepakbola Indonesia setelah sebelumnya pelatih asal
Austria itu menangani tim Merah Putih di Piala AFF 2010 dan 2014.
Dalam dua gelaran terdahulu, Riedl mencatatkan hasil
yang berbeda signifikan.
Pada Piala AFF 2010, Riedl nyaris menjadi pahlawan
nasional ketika Firman Utina dkk tampil memukau sebelum takluk oleh Malaysia
dalam final yang berakhir dengan aggregate 2-4.
Timnas Indonesia adalah juara sesungguhnya dalam Piala
AFF 2010 itu.
Bagaimana tidak, tim Merah Putih adalah tim tersubur
sepanjang turnamen dan hanya sekali kalah dari seluruh laga yang dimainkan
sepanjang turnamen (sisanya dimenangkan oleh timnas).
Sialnya, satu-satunya kekalahan terjadi di laga away
partai final yang tidak mampu dibalikkan saat tim Merah Putih berlaga di GBK.
Kalah di partai final oleh Malaysia, tim yang kadung
dianggap musuh bebuyutan, tim yang pada laga awal turnamen sudah pernah dikalahkan
dan merelakan Harimau Malaya mengangkat trofi juara di GBK……hmmm…sakitnya tuh
dimana-mana.
Firman Utina dkk bisa dikatakan memenangi turnamen
tetapi tidak dengan trofi juaranya.
Saya jadi
memahami perasaan penggemar timnas Belanda yang dua kali beruntun takluk di
Final Piala Dunia.
Selang 4 tahun kemudian, ditengah konflik PSSI, Riedl
menerima kesempatan kedua menangani timnas Indonesia.
Berbeda dengan gelaran 2010, tim Merah Putih tidak
mampu berbicara banyak.
Firman Utina dkk tertahan di fase grup dengan
diwarnai kekalahan telak 0-4 dari Filipina, lawan yang biasanya lebih sering
jadi sarang gol timnas Indonesia.
Kekalahan yang sangat mengejutkan dalam sejarah
sepakbola Indonesia.
Saya sempat
berpikir mungkin ada kesalahan berita atas skor kekalahan Indonesia saat itu.
Hasil tersebut seperti menghilangkan karisma Riedl
sebagai pelatih yang sempat melambungkan sepakbola Indonesia lewat gelaran
Piala AFF 2010.
Nama mantan pelatih timnas Vietnam di Piala Asia 2007
ini tidak pernah lagi masuk hitungan untuk menangani timnas Indonesia.
Maka ketika PSSI menunjuk Alfred Riedl untuk ketiga
kalinya menangani tim Merah Putih muncul tanya mengenai apa yang bisa diberikan
Riedl bagi tim ini?
Alfred Riedl sesungguhnya termasuk berani (atau
nekad) menerima tawaran melatih timnas pasca sanksi dari FIFA.
Benar saja, persiapan anak asuh Riedl menuju Piala
AFF dihadapkan pada kondisi tidak ideal.
“Persiapan timnas AFF 2014 berbeda jauh dengan timnas
AFF 2010” ujar Riedl membandingkan dua kondisi persiapan yang pernah
dialaminya.
Pada tahun 2010, persiapan timnas tidak berbenturan
dengan kompetisi yang sedang berjalan.
Timnas juga menjalani sejumlah laga ujicoba yang berkelas
seperti saat menjamu timnas Uruguay, Peringkat 3 Piala Dunia 2014 saat itu.
Kondisi persiapan yang baik berimbas pada performa
memukau tim Merah Putih.
Berbanding terbalik dengan persiapan tim menuju Piala
AFF 2014 yang terbilang singkat dan ikut dipengaruhi agenda Pemilu 2014.
Mungkin saat
itu lebih menarik menyimak pertarungan Jokowi vs Prabowo.
Nah, dengan kondisi persiapan yang tidak sebaik tahun
2010, bisakah Riedl mendorong penampilan terbaik dari punggawa merah putih?
Riedl dihadapkan pada kondisi tidak bebas memilih
pemain seiring kebijakan klub yang masih menjalani kompetisi Indonesian Soccer
Championship.
Riedl hanya boleh memanggil maksimal dua pemain dari
satu klub.
Lawan ujicoba anak asuh Riedl juga terbilang
biasa-biasa saja.
Hanya ada 4 laga ujicoba bagi tim yang baru lepas
dari sanksi FIFA jelas tidak meyakinkan untuk memasuki sebuah turnamen paling
bergengsi se Asia Tenggara.
Indonesia juga sesungguhnya hanya sempat menguji kekuatan
melawan 3 tim yaitu Malaysia, Myanmar dan dua kali melawan Vietnam.
Hasilnya, timnas hanya menang sekali, 2 seri dan 1
kalah dari 4 laga ujicoba tersebut….hmmm, tidak terlalu meyakinkan.
Indonesia juga dipastikan menghadapi tantangan berat
untuk minimal mengulang pencapaian 2010 karena berada di grup berat.
Ada Thailand, Filipina dan Singapura di grup yang
dihuni tim merah putih.
Jika ini adalah undian grup 10 tahun lalu mungkin
kita bisa mengesampingkan Filipina dan akan berburu status pendamping Thailand lolos
dari grup melawan Singapura.
Namun, kondisi saat ini tidak sesederhana itu.
Filipina kini adalah negara Asia Tenggara dengan
peringkat FIFA tertinggi dan terus menjelma menjadi salahsatu kuda hitam dalam
gelaran Piala AFF 2016, apalagi mereka bertindak sebagai tuan rumah.
Tugas Riedl makin berat karena striker kesayangannya
Irfan Bachdim cedera menjelang turnamen dan gagal berangkat bersama tim.
Padahal Irfan Bachdim bisa jadi adalah salahsatu
kartu as Riedl di timnas Indonesia jika melihat bagaimana timnas memukau
bersama Irfan tahun 2010 namun melempem saat Irfan cedera dan tidak masuk tim
yang berlaga di AFF 2014.
Irfan sendiri adalah pilihan utama Riedl di lini
depan dalam beberapa laga ujicoba bersama Boaz Salossa.
“Ketiadaan Irfan adalah satu kehilangan besar bagi
tim” sesal Riedl.
Dengan kondisi demikian, wajah timnas mana yang akan
muncul di gelaran Piala AFF 2016?
Wajah timnas yang menakutkan lawan di Piala AFF 2010
ataukah wajah lemah timnas yang terhenti di fase grup Piala AFF 2014.
Ada satu fakta unik yang bisa memberikan secercah
harapan.
Persiapan anak asuh Riedl memang tidak seideal 2010
alias hampir sama buruknya dengan persiapan 2014 tetapi komposisi tim saat ini
nyaris sama dengan komposisi tim yang memukau di Piala AFF 2010.
“Tahun 2010 dengan 2016 hampir sama karena banyak
wajah baru dan lebih dari setengah skuad belum pernah saya lihat sebelumnya”
terang Riedl
Benar sekali.
Jika anda masih ingat kemunculan wajah-wajah baru di
tubuh timnas yang mempesona di Piala AFF 2010 seperti Oktovianus Maniani, Arif
Suyono, M. Nasuha, Ahmad Bustomi, Christian Gonzales dan tentunya Irfan
Bachdim.
Nama-nama ini tadinya tidak banyak beredar di tubuh
timnas dan Riedl memainkan mereka sebagai pilar tim yang membawa timnas Garuda
melangkah sampai final.
Kondisi serupa terulang pada diri Abduh Lestaluhu, Rudolof
Basna, Fachrudin Aryanto dan Bayu Pradana.
Meski belum lama berseragam merah putih, nama-nama
ini cukup sering menjadi pilihan Riedl pada laga-laga ujicoba.
Kesamaan lain tim 2016 dengan tim 2010 adalah
preferensi taktik Riedl yang mengedepankan pilihan formasi 4-4-2 dengan
mengandalkan serangan dari kedua sayap serta keberadaan duo gelandang serang
dan gelandang bertahan di tengah.
Riedl mencoba mereplikasi sosok Okto dan Arif Suyono
disayap dengan sosok Andik Vermansyah dan Zulham Zamrun.
Duo Firman Utina dan Ahmad Bustomi kini hadir lagi
dalam versi Evan Dimas dan Bayu Pradana.
Adapun sosok penyerang kidal yang dulu bernama
Christian Gonzales kini berganti nama sekaligus jadi kapten tim, Boaz Salossa.
Dengan sejumlah kesamaan identik tersebut, apakah
Riedl akan membawa timnas menapaktilas sejarah 2010 atau 2014?
Tentu kita semua berharap sejarah 2010 yang akan
berulang, dimana kali ini kita berharap akan berakhir dengan trofi juara
ditangan.
Komentar
Posting Komentar