Ulas Taktik - Dua Blunder Lini Pertahanan Membuyarkan Strategi Riedl

Apa yang terlintas dalam pikiran anda ketika wasit meniup peluit tanda berakhirnya laga perdana Indonesia di Grup A AFF Cup 2016.
Dengan Indonesia takluk 2-4 dari juara bertahan Thailand, bisa jadi terlintas pikiran andaikan Yanto Basna tidak membuat dua blunder yang memicu dua gol Thailand, mungkin hasil laga tidak akan berakhir dengan kekalahan Indonesia.
Lintasan pikiran kedua masih berupa pengandaian bagaimana jika momentum di babak kedua dari 2 gol cepat Indonesia hasil kerja Boaz Salossa dan Lerby Eliandry dapat diteruskan menjadi kebangkitan tim, hasil laga mungkin tidak akan sama.
Saya juga berandai-andai andaikan Evan Dimas sejak awal diturunkan, mungkin Indonesia tidak harus kelimpungan menahan dominasi Thailand di lini tengah.
Apapun itu, kekalahan 2-4 Indonesia dari Thailand sudah mengagalkan misi Riedl untuk setidaknya menahan imbang sang juara bertahan sekaligus favorit juara AFF Cup 2016 ini.
Misi Riedl yang diutarakannya jelang laga tersebut sebenarnya sudah terlihat dari komposisi starter awal pilihannya.
Rield menurunkan komposisi awal yang berorientasi pada pertahanan dalam formasi 4-4-2.
Komposisi awal yang cukup mengernyitkan dahi.

Pemilihan Kurnia Meiga di bawah mistar gawang bisa diperdebatkan karena sesungguhnya Andritany cukup mampu unjuk kebolehan selama melapis cederanya Kurnia Meiga.
Selama uji coba, kiper Persija itu bisa memperlihatkan bahwa pendapat bahwa posisi Kurnia Meiga tak tergantikan adalah keliru.
Kuartet bek di lini pertahanan sebenarnya tidak banyak mengalami perubahan sehingga seharusnya bisa jadi jaminan bahwa sudah ada kekompakan di lini ini.
Itu pendapat yang beredar sebelum Yanto Basna dua kali gagal membuang bola dengan baik di area pertahanan.
Dua blunder itu yang jadi momen dua gol awal Thailand.
Di lini tengah, keputusan Riedl menduetkan Lilipaly dengan Bayu Pradana alih-alih mendahulukan Evan Dimas berduet dengan Bayu Pradana memang ditujukan untuk memperkuat pertahanan Indonesia sejak lini tengah.
Lilipaly punya kemampuan memainkan posisi bek sehingga naluri bertahannya bisa diandalkan disamping kapabilitas dirinya sebagai gelandang serang.
Dengan Bayu Pradana yang lebih difokuskan sebagai gelandang bertahan, Riedl berharap Indonesia punya dua gelandang yang mampu memerankan fungsi bertahan di lini tengah.
Keputusan yang kemudian tidak berjalan dengan baik.
Lilipaly boleh jadi mampu memerankan fungsi bertahan sekaligus menyerang namun ketiadaan gelandang bertipe playmaker seperti Evan Dimas di lini tengah membuat Indonesia tidak mampu mengatur tempo dan melakukan transisi permainan dengan baik.
Praktis Indonesia tidak banyak mengkreasikan umpan berbahaya dari tengah lapangan.
Indonesia dipaksa mengandalkan pergerakan sayap yang dihuni Andik dan Rizki Pora.
Khusus Rizki Pora, assistnya bagi gol Boaz menjadi jawaban untuk kepantasannya mengisi posisi Zulham Zamrun.
Riedl sepertinya mempertimbangkan kemampuan Rizki Pora memerankan fungsi lain sebagai bek sayap dan ini lebih dibutuhkan Riedl.
Riedl menilai Zulham memang mampu memerankan fungsi gelandang sayap namun alih-alih bertransformasi sebagai bek sayap, Zulham lebih condong bertransformasi sebagai penyerang sayap, dan Riedl tidak melihat kemampuan itu sebagai  sesuatu yang dibutuhkan tim menghadapi Thailand.

Sederhananya, pemilihan Lilipaly ketimbang Evan Dimas dan menurunkan Rizki Pora daripada Zulham adalah representasi keinginan Riedl mengamankan laga dengan memperkuat pertahanan.
Riedl memang ingin memastikan bahwa Indonesia setidaknya jangan kalah dari Thailand.
Diatas kertas, strategi ini (jika berjalan normal) seharusnya mampu merealisasikan misi Riedl.
Namun apa daya, dua sapuan buruk Yanto Basna jadi momen yang memicu dua gol Thailand di babak pertama.
“Kami kebobolan dua gol mudah, tidak bisa dipercaya” sesal Riedl.
Kebobolan gol membuat Indonesia mau tak mau melepas keinginan bertahan dan bergerak lebih ofensif.
Jika di awal laga Riedl berharap Lilipaly mampu menjaga pertahanan di lini tengah sambil mencari kesempatan menyerang, maka pada babak kedua Riedl memaksimalkan betul kemampuan Lilipaly sebagai gelandang serang.
Sadar sudah tertinggal dua gol, tim Merah Putih bermain lebih terbuka di babak kedua dan merangsang kemampuan ofensif Lilipaly.
Serangan-serangan dari sayap Indonesia menjadi lebih greget karena kolaborasi dengan lini tengah lebih hidup.
Dua gol Indonesia adalah hasil kreasi umpan di sector sayap dan ini adalah bukti bahwa sayap-sayap Indonesia lebih hidup di babak kedua.
Sayangnya ofensivitas lini tengah tersebut membuat fungsi bertahan sedikit longgar dan membuat Thailand mampu mencuri dua gol ditengah euforia Indonesia yang tengah bernafsu membalikkan keadaan.

Indonesia takluk 2-4 meski sempat mempertontonkan kemampuan untuk menyamakan kedudukan.
Jika mampu memperbaiki kesalahan-kesalahan individu di lini pertahanan dan mampu memaksimalkan situasi menyerang dengan baik, Indonesia masih punya peluang di kompetisi ini.
Riedl sebaiknya mempertimbangkan komposisi lini pertahanan yang berbeda karena kebobolan 4 gol jelas bukan kondisi yang bisa dimaklumi meski lawannya adalah Thailand.
Evan Dimas layak diturunkan sejak awal jika Riedl ingin lini tengah Indonesia lebih hidup dan tidak menggantungkan serangan hanya dari sayap saja.
Riedl masih punya dua laga untuk mengubah peruntungan Indonesia di AFF Cup 2016.

Ayo, Indonesia bisa!

Komentar