David Moyes, Mantan Manager MU Yang Kian Terpuruk

Apakah anda pernah merasakan promosi jabatan dan menjadi seseorang di posisi yang lebih baik kemudian dianggap gagal pada posisi promosi tersebut dan lalu turun dari jabatan itu?
Atau yang lebih mengenaskan, usai turun dari jabatan yang dipromosikan pada anda itu kemudian karir anda terus menurun?
Semoga saja tidak namun jika iya maka mungkin anda merasakan hal sama yang dirasakan David Moyes.
Pria asal Skotlandia ini tadinya dipandang sebagai salahsatu pelatih potensial asal Britania Raya seturut keberhasilannya menjaga klub papan tengah seperti Everton konsisten berada di 10 besar klasemen dan kerap menjelma menjadi kuda hitam yang merangsek dalam pertempuran menuju 4 besar klasemen Liga Inggris.
Di tangan Moyes, Everton boleh jadi memiliki skuad biasa-biasa saja namun konsisten mempertontonkan hasil akhir musim yang memuaskan bagi manajemen Everton.
Jauh sebelum Ronald Koeman membawa The Toffess tampil kompetitif di papan tengah Liga Inggris musim ini, Everton versi David Moyes sudah secara konsisten berada di papan tengah dan bikin deg-degan klub-klub elit.
Setiap laga melawan Everton versi Moyes kala itu dimaknai sebagai pertandingan melawan tim kuda hitam paling konsisten di Liga Inggris.
Selama 11 tahun Moyes menangani Everton, 3 kali dirinya memenangkan perhargaan Manager of The Year Premier League pada musim 2002/2003, 2004/2005 dan 2008/2009.
Memenangkan penghargaan ini sebanyak 3 kali saat menukangi tim sekelas Everton tentu jadi gambaran betapa besarnya potensi Moyes sebagai seorang manager.

Konsistensi dan potensi pria yang lahir di Glasgow inilah yang kemudian jadi salahsatu alasan Sir Alex Ferguson meyakinkan manajemen MU untuk merekrut David Moyes sebagai suksesornya.
Tidak tanggung-tanggung, Moyes langsung diberikan kontrak selama 6 tahun untuk menangani MU.
Tentu manajemen MU berharap 6 tahun itu adalah 6 tahun yang penuh kejayaan.
Namun fakta berkata lain.
Belum genap semusim menangani MU, Moyes didepak karena dianggap tidak mampu mempertahankan kedigdayaan MU semasa ditangani Sir Alex Ferguson.
MU menjadi mudah kalah melawan tim yang diatas kertas seharusnya mudah ditaklukkan.
Banyak yang menyayangkan pemecatan Moyes karena dianggap tidak memberikan waktu lebih banyak bagi manager baru MU itu menunjukkan hasil kerjanya,
Secara statistik, persentase kemenangan Moyes di MU adalah yang tertinggi sepanjang karirnya.
Bersama Everton, Moyes mencatat persentase kemenangan 42.08% sedangkan bersama MU, Moyes mencatatkan persentase 52.94%.
Artinya ada potensi yang belum sepenuhnya ditunjukkan Moyes dan harus berakhir karena keputusan pemecatan dirinya.

Kepindahan Moyes ke MU adalah sebuah peningkatan karir yang luar biasa namun pemecatan dirinya dari posisi manager MU adalah awal dari menurunnya karir Moyes.
Lepas dari MU, Moyes berlabuh ke Real Sociedad di La Liga Spanyol pada 10 November 2014.
Hadir di tanah Spanyol, Moyes bertekad menjadikan Real Sociedad seperti Everton-nya Liga Spanyol.
Tekad dan harapan berlalu begitu saja.
Tidak banyak catatan hebat yang dibuat Moyes di klub ini selain keberhasilan mengalahkan Barcelona 1-0 dalam sebuah laga La Liga.
Sisanya, Moyes tidak mampu berbuat banyak mengangkat performa Sociedad dan harus mengalami pemecatan kedua pada 9 November 2015 atau hanya setahun berselang sejak kedatangannya menjajal La Liga Spanyol.
Masalah bahasa dan komunikasi dianggap menghambat kinerja Moyes di tanah Spanyol.
Sampai disini orang masih memaklumi kegagalan Moyes.
Jika orang memaklumi kegagalannya di MU karena terlalu cepat dipecat maka kegagalannya di Real Sociedad memunculkan alasan karena kendala bahasa dan komunikasi.
Moyes masih dipandang sebagai sosok manager berkualitas.

Adalah Sunderland yang kini memanfaatkan jasa David Moyes sebagai juru racik strategi tim pada Premier League musim 2016/2017.
Kembalinya Moyes ke ranah Liga Inggris bersama Sunderland seharusnya menjadi ajang pembuktian bagi dirinya.
Sunderland memiliki skuad yang cukup mumpuni untuk bertarung menembus papan tengah klasemen seperti halnya Everton jaman dulu,
Ada nama-nama yang berpengalaman di Liga Inggris bersama klub-klub elit seperti Jermain Defoe, John O'Shea dan Joleon Lescott.
Tambahkan pula nama-nama pemain yang punya potensi besar namun tidak dapat waktu bermain yang banyak di klub lama mereka seperti Adnan Januzaj, Paddy Mc Nair dan Fabio Borini.
Dengan modal skuad tersebut, Sunderland seharusnya bisa beredar di papan tengah klasemen Liga Inggris.
Apalagi tidak ada kendala bahasa seperti yang dialami Moyes di La Liga Spanyol.
Sunderland adalah klub terbaik bagi Moyes untuk menaikkan kembali karirnya sebagai seorang manager hebat.
Apa yang terjadi?
Alih-alih membawa Sunderland menembus papan tengah Liga Inggris, Sunderland justru terbenam di jurang degradasi dan bisa dikatakan mustahil untuk lolos dari status terdegradasi di akhir musim ini.
Moyes gagal memanfaatkan kesempatan terbaik untuk membuktikan kapabilitasnya sebagai seorang manager yang pernah dianggap pantas menduduki kursi manager MU.
David Moyes akan selalu menjadi sosok yang dikenal sebagai suksesor seorang manager legendaris sekelas Sir Alex Ferguson untuk sekedar dipecat sebelum akhir musim dan lalu terus mengalami penurunan kinerja sebagai seorang manager.


Komentar