AC Milan Kini = Restoran Mewah Tanpa Koki Hebat
Ada apa dengan AC Milan?
Digadang-gadang sebagai calon kuat penantang Scudetto
musim ini, Rossoneri tidak pernah berhasil menembus posisi 3 besar klasemen
sampai pekan ke 30.
Jangankan bertarung untuk gelar Scudetto, sekedar
lolos ke Liga Champions musim depan pun tampaknya menjadi pekerjaan mustahil bagi
juara 7 kali Liga Champions ini.
Padahal diawal musim optimisme tampak kuat di kubu
Montolivo dkk seturut kedatangan sejumlah pemain baru berkualitas.
Striker juara Liga Europa bersama Sevilla, Carlos
Bacca didatangkan bersamaan dengan pencetak 5 gol dalam satu laga Liga Champions
musim lalu, Luiz Adriano dari Shakhtar Donetsk.
Tidak cukup dengan dua striker baru tersebut, Milan
juga mendatangkan kembali Mario Balotelli dari Liverpool.
Lini depan Rossoneri terlihat menjanjikan.
Di lini tengah dan belakang, Milan mempunyai pemain
yang berpotensi menjadi penghuni tetap timnas Italia dalam beberapa tahun
kedepan seperti Bonaventura dan Romagnoli.
Singkat cerita, AC Milan memulai musim ini dengan
skuad yang menjanjikan.
Ditambah lagi kehadiran sosok pelatih baru, Sinisa
Mihajlovic yang musim lalu mampu membawa Sampdoria menjadi tim kuda hitam Serie
A Italia.
Milan benar-benar sangat siap menjalani kampanye
Scudetto mereka.
Namun, hari ini Milanisti sedunia tentu tidak
menyangka bahwa impian kesuksesan yang begitu melambung tinggi kini dihadapkan
pada kenyataan bahwa Milan tertatih-tatih di posisi 6 klasemen sampai pekan ke
30 Serie A.
Ada rentang jarak 21 poin dengan posisi pertama
klasemen yang dihuni Juventus.
Artinya? Lupakan saja gelar Scudetto.
Untuk masuk ke Liga Champions musim depan pun Milan
harus mengejar selisih 11 poin dari AS Roma di posisi 3 klasemen.
Dengan Roma makin konsisten jelaslah Milan sedang
berusaha menegakkan benang yang basah.
Peluang terbaik Milan mengakhiri musim dengan kepala
tegak adalah dengan memenangkan final Coppa Italy pada final yang mempertemukan
mereka dengan Juventus Mei nanti.
Liga Europa menjadi target paling realistis bagi
Milan dan trofi Coppa Italy menjadi jalan pintas kesana karena di Serie A Milan
harus berjuang memperebutkan tiket Liga Europa melawan Fiorentina dan Inter
Milan.
Meski harus diakui target ke Liga Europa bagi Milan
saat ini adalah sebuah penurunan target yang cukup drastis.
Dari tim yang penuh optimisme untuk bersaing di jalur
Scudetto menjadi tim yang berjuang mengejar tiket ke Liga Europa (dengan asumsi bahwa tiket Liga Champions
sudah sulit untuk dikejar).
Sekali lagi, apa yang salah dengan AC Milan?
Secara sederhana dan mungkin ini terdengar
menggampangkan, saya menunjuk posisi pelatih adalah titik terlemah Milan sejak
2 -3 musim terakhir termasuk di musim ini.
Milan tidak memiliki sosok pelatih papan atas di kubu
mereka.
Sejak kepergian Ancelotti dan Allegri, Milan praktis
ditangani pelatih “coba-coba” seperti Leonardo, Inzaghi dan Seedorf.
Lihat lagi rekam jejam pelatih-pelatih tersebut.
Leonardo bahkan belum pernah menjadi pelatih kepala
sebuah klub, seperti halnya Seedorf.
Inzaghi pun hanya membawa pengalaman melatih tim
primavera, apa yang bisa diharapkan dari model pelatih seperti ini?
Bandingkan ketika Ancelotti yang telah matang bersama
Parma dan Juventus hadir di Milanello.
Don Carlo kemudian mengawali era The Dream Team Milan
baru yang memenangkan 2 gelar Liga Champions.
Don Carlo kemudian membuktikan diri sebagai pelatih
papan atas setelah menjuarai Liga Inggris bersama Chelsea, Liga Prancis bersama
PSG dan memenangkan lagi Liga Champions bersama Real Madrid.
Bagaimana dengan Allegri?
Setelah terpilih menjadi pelatih terbaik Serie A 2008/2009
menyingkirkan Jose Mourinho yang menangani Inter Milan, mantan pelatih Cagliari
itu langsung menorehkan Scudetto di musim debutnya bersama Milan…wow.
Setelah lepas dari Milan, Allegri menunjukkan bahwa
dirinya tidak kebetulan saja memenangi Scudetto bersama Milan.
Juventus pun merasakan tuah emas racikan Allegri
dengan raihan Scudetto, Coppa Italy dan final Liga Champions….sesuatu yang
bahkan tidak bisa dicapai Antonio Conte, pelatih sukses Juve sebelumnya.
Ancelotti dan Allegri adalah sosok pelatih papan atas
yang mampu meramu pemain-pemain berkualitas di kubu AC Milan.
Hebatnya lagi, kedua pelatih ini sama-sama mampu
membuktikan keampuhan racikan mereka meski bintang utama Milan hengkang.
Ancelotti mendapati masa dimana Andriy Shevchenko berganti
kostum Chelsea namun Milan tetap mampu memenangkan gelar Liga Champions 2007.
Allegri pun demikian.
Meski tidak memenangkan trofi juara, tanpa Ibrahimovic
dan Thiago Silva dalam team, Allegri secara konsisten tetap mampu meloloskan
Milan ke Liga Champions ditengah pengetatan pengeluaran Milan untuk
mendatangkan pemain berkualitas.
Setelah Ancelotti dan Allegri berlalu, Milan
sesungguhnya masih mampu mendatangkan pemain-pemain yang cukup berkualitas
seperti Mario Balotelli, Fernando Torres, Keisuke Honda dan Jeremy Menez.
Dengan modal nama-nama tersebut, Milan seharusnya
mampu bersaing di jalur Scudetto atau setidaknya mengejar tiket Liga Champions.
Faktanya, ditangan Seedorf dan Inzaghi yang minim
pengalaman kepelatihan, nama-nama tadi tidak mampu berkilau diatas lapangan
hijau seturut melempemnya performa Milan.
Milanisti harus melihat klub kesayangan mereka untuk
pertama kalinya gagal mentas di kompetisi Eropa.
Pun demikian dengan modal pemain hebat macam Bacca,
Adriano, Bonaventura dan Romagnoli musim ini, kelemahan di posisi pelatih yang
ditempati Mihajlovic terlihat jelas.
Milan bisa tampil sedemikian bagus namun hasil akhir
laga bisa berbanding terbalik.
Inkonsistensi menjadi problem Milan musim ini.
Saat pergantian tahun Milan mendobrak dengan melewati
sejumlah laga beruntun tanpa terkalahkan namun kemudian bisa mendadak menjalani
laga beruntun tanpa kemenangan.
AC Milan dengan komposisi pemain yang terbilang
berkualitas dari belakang sampai depan bisa diibaratkan seperti restoran mewah
dengan bahan-bahan terbaik di dapur mereka namun tidak mempunyai koki hebat untuk
meramu bahan-bahan tersebut menjadi hidangan yang lezat.
AC Milan butuh pelatih yang berkategori papan atas.
Kriteria pelatih papan atas disini sangat sederhana mulai
dari memiliki pengalaman bagus dalam menangani sebuah klub, mendapat pengakuan
atas kapabilitasnya sampai kriteria paling sederhana yaitu pernah memenangkan
sebuah trofi juara.
Allegri, Ancelotti dan Mihajlovic datang ke Milan dengan
sama-sama membawa status tanpa gelar juara.
Bedanya, Allegri berstatus pelatih terbaik Serie A
musim 2008/2009.
Ancelotti bahkan membawa “klub sekelas” Parma menjadi
runner up Serie A musim 1996/1997 sebelum dipercaya menangani Juventus.
Mihajlovic?
Tidak ada trofi juara yang pernah dimenangkannya saat
menangani sebuah klub.
Pengalaman pertamanya menangani sebuah klub sebagai
pelatih kepala justru berakhir buruk ketika Bologna memecatnya karena performa
buruk yang berujung degradasi di akhir musim 2008/2009.
Saat menjadi pelatih timnas Serbia pun Miha gagal
meloloskan negaranya itu ke putaran final Piala Dunia 2014.
Dengan deretan pemain yang berkualitas, Milan
sepantasnya berada di posisi yang lebih baik hari ini.
Jika Miha gagal meloloskan Milan ke Liga Champions musim
depan atau gagal memenangkan trofi juara Coppa Italy bulan Mei nanti, Galliani
tampaknya perlu mendekati kembali sosok Unai Emery, pelatih juara Liga Europa musim
lalu yang konsisten membawa Sevilla bertarung mengejar tiket Liga Champions di
La Liga Spanyol dan terus melaju di Liga Europa musim ini.
Galliani juga wajib memasukkan sejumlah nama pelatih
papan atas jika pendekatan kepada Unai Emery gagal lagi seperti beberapa waktu
lalu.
Ya, karena Milan butuh pelatih papan atas yang mampu
melakoni peran sebagai koki hebat peramu bahan-bahan bagus yang ada di dapur
Milan.
Sebelum
bahan-bahan bagus itu membusuk dan tidak mampu menjadi bagian dari hidangan
lezat ala AC Milan di atas lapangan hijau.
Komentar
Posting Komentar