Ketika Tiki Taka Spanyol Melumat Formasi 4-2-4 Italia

Italia memang tidak pernah menang dalam 3 laga terakhir saat bermain di kandang Spanyol, namun kalah telak 3-0 disaat tim asuhan Giampiero Ventura sedang berada dalam tren yang bagus tentu mengundang tanya. Tercatat sebelum laga big match melawan Spanyol, Italia sedang berada dalam laju yang sama dengan Spanyol yaitu melahap 6 laga dengan hasil 5 menang dan sekali seri.
Permainan Italia yang tidak lagi mengusung taktik Catenaccio dibawah arahan Giampiero Ventura membuat Gli Azzuri bermain ofensif dalam formasi 4-4-2 yang berkembang menjadi 4-2-4. Buffon dkk memainkan evolusi sepakbola Italia yang lebih agresif dimana dalam 6 laga tanpa kekalahan mereka mencatatkan 18 gol dan hanya kebobolan 4 gol sebelum laga melawan Spanyol.
Sebuah catatan yang fantastis untuk tim yang sebelumnya lebih dikenal dengan gaya sepakbola pragmatisnya.
Ketika datang menantang Spanyol di Santiago Bernabeu, Ventura tidak menunjukkan sedikit pun keinginan untuk menekan tombol "Catenaccio Mode On". Starter awal dalam formasi 4-4-2 yang diturunkannya menunjukkan kepercayaan diri untuk meladeni empunya sepakbola Tiki Taka, salahsatu metode sepakbola menyerang yang membuat Spanyol menguasai Eropa dan dunia dalam rentang waktu 2008 - 2012.
Ventura menduetkan Belotti dan Immobile di lini depan. Disisi sayap, Candreva dan Insigne siap merangsek naik menjadi penyerang sayap sehingga dalam prakteknya Italia akan bermain dengan 4 penyerang meninggalkan De Rossi dan Verrati menjaga keseimbangan di lini tengah. Di depan Buffon berdiri duet Barzagli dan Bonucci diapit Darmian dan Spinazzola. Lengkap sudah fomasi agresif Italia, formasi yang tidak akan anda dapati 10 tahun yang lalu ketika Italia masih sangat kental dengan konsep bertahannya.
Spanyol sendiri tetap pada filosofi mereka dalam mengusung gaya main Tiki Taka. Prinsip permainan yang mengedepankan penguasaan bola itu diterjemahkan Lopetegui dengan memaksimalkan deretan gelandang berkualitas yang dimiliki Spanyol. Tim Matador memulai laga dengan formasi 4-3-3 tanpa satu pun striker murni!
Marco Asensio, David Silva dan Isco sebagai tiga pemain yang berada di lini depan adalah mereka yang memiliki posisi asli sebagai gelandang serang. Di belakang ketiganya, keputusan Lopetegui menurunkan trio Iniesta, Busquet dan Koke memperlihatkan mereka berniat memainkan sepakbola menyerang dengan hanya menyisakan Busquet sebagai gelandang bertahan. Kuartet pemain bertahan dihuni oleh duet Sergio Ramos dan Gerrard Pique yang diapit Carvajal dan Jordi Alba. Ya, ini kombinasi Real Madrid dan Barcelona di depan wakil Manchester United, David De Gea.
Laga kemudian berjalan seru terutama saat Italia memberikan pressing ketat di awal-awal laga. Tiap kali pemain Spanyol menguasai bola maka pemain terdekat Italia akan langsung menekan. Cara ini sempat membuat Spanyol kesulitan mengembangkan permainan karena pressing punggawa Italia membuat aliran perpindahan bola harus dipercepat dan butuh akurasi tingkat tinggi untuk melakukan itu.
Untunglah Spanyol bukan tim yang sedang coba-coba memainkan konsep sepakbola baru. Pemahaman yang tinggi akan filosofi Tiki Taka membuat Iniesta dkk enteng saja menghadapi pressing ketat pemain-pemain Italia. Gaya main agresif Italia justru menjadi makanan empuk bagi Tiki Taka Spanyol. Pergerakan De Rossi dkk membuat banyak ruang terbuka yang tersedia untuk Spanyol mengirimkan umpan ke daerah pertahanan Italia.
Usai gol kedua dari Isco, perlahan tapi pasti Spanyol sudah menguasai irama dan tempo permainan. Italia tidak dapat berbuat banyak dalam situasi ini. Keputusan Ventura memasukkan Eder, Bernardeshi dan Gabbiadini tidak banyak menolong bahkan patut dipertanyakan.
Dalam situasi kalah di penguasaan bola, mantan pelatih Torino itu justru memasukkan pemain sayap dan striker, bukan pemain yang menghuni lini tengah. Padahal duet De Rossi dan Verratti terlihat kepayahan mengatasi trio Iniesta Koke dan Busquet.
Superioritas Spanyol terlihat pada catatan statistik permainan. Spanyol unggul atas Italia dalam beberapa statistik krusial seperti penguasaan bola, total shoot, jumlah umpan yang berhasil dilepaskan sampai jumlah tekel sukses, Pemain-pemain Spanyol menguasai 55% penguasaan bola dibandingkan 45% yang dikuasai pemain-pemain Italia.
Dalam penguasaan bola tersebut, Iniesta dkk sukses melepaskan 630 umpan berbanding 499 umpan dari De Rossi dkk. Penguasaan bola tersebut berujung pada agresivitas tim Matador yang melesakkan 12 shoot lebih banyak dari 8 shoot Gli Azzuri. Dari sisi kemampuan bertahan, tim Matador juga lebih baik dari Italia. Juara Piala Dunia 2010 itu mencatat 11 tekel sukses berbanding 7 tekel yang dibuat Bonucci dkk di lini pertahanan Gli Azzuri.
Ya, Spanyol paham bagaimana mereka memainkan Tiki Taka dengan baik. Sadar akan berhadapan dengan Italia, Lopetegui tidak menurunkan penyerang murni dan menerapkan taktik false nine lewat eksploitasi gelandang yang dimilikinya. Keberadaan gelandang yang melimpah di atas lapangan membuat pergerakan lebih cair di lini tengah dan depan. Kondisi ini tidak akan terjadi jika Lopetegui memainkan seorang penyerang murni yang akan mudah dikawal ketat oleh gelandang dan bek Italia.
Alvaro Morata sebagai penyerang baru dimainkan Lopetegui pada menit ke 71. Hasilnya tokcer, hanya butuh 6 menit bagi penyerang Chelsea itu membukukan gol ke gawang Buffon karena pemain-pemain Italia sudah terbawa ritme permainan Spanyol.
Tiki Taka Spanyol menang atas formasi 4-2-4 Italia karena Iniesta dkk sudah sangat mengenal formasi Spanyol itu. Ini bukan formasi coba-coba tetapi suatu sistem bermain yang sudah terbukti membawa Spanyol menguasai menjuarai Piala Dunia 2010. "Spanyol tahu apa yang harus mereka lakukan dan mengapa mereka melakukannya" ujar Buffon seperti dilansir dari Football Italia mengamini keunggulan Spanyol pada cara bermain yang sudah sangat dipahami.
Apa yang salah dari Italia adalah mereka terlalu memaksakan bermain dengan gaya agresif dalam formasi 4-2-4. Gaya main itu mungkin berhasil melawan tim di luar Spanyol namun menghadapi tim dengan kemampuan penguasaan bola yang baik seperti tim Matador tidak akan sama efeknya.
Hasil laga mungkin akan berbeda jika Ventura mau sedikit menyisipkan pragmatisme ala Italia dalam formasi tersebut. Misalnya dengan memainkan bek sayap pada posisi Candreva dan Insigne atau menarik gelandang di tengah bermain lebih ke belakang di depan duet bek tengah alih-alih merangsek maju sebagai second line.
Italia yang sedang berevolusi meninggalkan Catenaccio butuh untuk tetap menjaga akar kekuatan mereka di lini pertahanan. Keberhasilan Juventus lolos ke 2 final Liga Champions dalam 3 musim terakhir turut dipengaruhi kekuatan lini pertahanan mereka (meski raksasa Italia itu selalu kalah telak di tangan wakil Spanyol juga). Inilah sumber kekuatan yang seharusnya tetap dijaga meski Italia kini bertransformasi menjadi tim yang lebih ofensif. "Untuk evaluasi taktik, pelatih tahu apa yang harus dilakukan" kata Buffon dikutip dari Football Italia saat ditanya perihal taktik 4-2-4 yang dimainkan Italia. Ya, Ventura seharusnya membawa Italia menjadi lebih matang dalam hal evolusi taktik lewat kekalahan ini. Masih ada laga yang tersisa di depan untuk membuktikannya.

Photo by betthomas.com, japantimes.co.jp, newsco.co.au


Komentar