Masih Pentingkah Piala Konfederasi?
Piala Konfederasi 2017 digelar mulai akhir pekan ini
di Rusia, tuan rumah Piala Dunia 2018 tahun depan.
Turnamen yang sering dikatakan sebagai Piala Dunia
Mini ini adalah turnamen pemanasan sebelum Piala Dunia digelar setahun
kemudian.
Pemanasan yang dimaksud sebenarnya lebih mengarah
kepada persiapan FIFA dan tuan rumah Piala Dunia dalam menggelar ajang
sepakbola terbesar di dunia yang tahun depan akan diselenggarakan di Rusia.
Piala Konfederasi terlanjur dipandang sebagai
turnamen penting dan tidak penting karena alasan diatas.
Penting bagi FIFA karena organisasi sepakbola dunia
itu perlu memastikan tuan rumah Rusia sudah siap menyelenggarakan turnamen
akbar sekelas Piala Dunia.
Menjadi tidak penting karena sepanjang sejarahnya
belum pernah ada korelasi positif antara performa di Piala Konfederasi dengan
pencapaian di Piala Dunia.
Tentu ini menjadi tanda tanya besar jika Piala
Konfederasi ditujukan menjadi ajang pemanasan terbaik bagi calon peserta Piala
Dunia.
Normalnya jika turnamen ini berhasil memanaskan
pesertanya untuk tampil di Piala Dunia maka seharusnya ada catatan sejarah
dimana juara Piala Konfederasi meneruskan tren positif dengan menjadi juara
Piala Dunia setahun kemudian.
Situs fifa.com (17/6/2017) memperlihatkan sejak
turnamen ini diambil alih FIFA dari kompetisi yang bernama King Fahd Cup, belum
pernah sekalipun tim juara Piala Konfederasi meneruskan performanya dengan
menjuarai Piala Dunia.
Pencapaian terbaik juara Piala Konfederasi hanyalah
mencapai partai puncak Piala Dunia untuk kemudian takluk dari sang juara.
Brazil dan Prancis pernah merasakan kejadian ini.
Brazil memang melaju ke final Piala Dunia 1998
setelah setahun sebelumnya menjuarai Piala Konfederasi 1997, namun di partai
final Ronaldo dkk dihajar 0-3 oleh tuan rumah Prancis.
Prancis pun setali tiga uang dengan Brazil.
Usai tampil gemilang menjuara Piala Konfederasi 2005,
Tim Ayam Jantan takluk dalam drama adu penalty dari Italia di partai final
Piala Dunia 2006 di Jerman.
Ada cerita mengenaskan dari dua kegagalan juara Piala
Konfederasi mengakhiri Piala Dunia dengan status sebagai juara yaitu kemalangan
yang menimpa bintang utama mereka.
Pada final Piala Dunia 1998, Ronaldo yang tampil
cemerlang sejak fase grup mendadak kejang-kejang sebelum laga final dan bermain
sangat buruk di partai puncak itu.
Momen final Piala Dunia 2006 juga berakhir tragis
bagi mega bintang Prancis Zinedine Zidane.
Memainkan partai terakhirnya sebelum pensiun, actor
kunci Prancis saat menjadi juara Piala Dunia 1998 itu mengakhiri laga karena
dihukum kartu merah akibat menanduk dada bek Italia Marco Materazzi.
Mengacu pada kejadian terakhir pada Piala Konfederasi
2013 di Brazil, tuan rumah yang diperkuat Neymar tampil luar biasa di final dan
menjadi juara dengan menaklukkan Spanyol, tim terbaik di dunia saat itu.
Berbekal keyakinan tinggi akan keberhasilan menjuarai
Piala Konfederasi, Brazil malah kehilangan Neymar di fase perempat final akibat
cedera dan berlanjut dengan dibantai 1-7 oleh Jerman di laga semifinal.
Dengan cerita-cerita yang tidak mengenakkan diatas,
rasanya wajar jika kemudian Piala Konfederasi masih belum benar-benar dianggap
serius oleh tim pesertanya, paling tidak oleh Jerman, kontestan wakil Juara
Piala Dunia.
Tim asuhan Joachim Loew meninggalkan pemain-pemain
kunci seperti Mesut Oezil, Manuel Nuer, Toni Kroos sampai Thomas Muller dan
membawa tim berisikan anak-anak muda yang rata-rata berusia dibawah 25 tahun.
“Tidak masalah dimana kami akan finis di Piala
Konfederasi. Suatu hari Piala Konfederasi akan penting untuk mereka yang
bermain disana” ungkap Loew seperti dilansir dari Soccerway (10/6/2017).
Jadi, Piala Konfederasi tidak
penting?
Komentar
Posting Komentar