Messi Memang Bukan Untuk Timnas Argentina

Hasil gambar untuk lionel messi
Sehebat apapun Lionel Messi, dirinya tidak akan pernah dianggap sehebat Maradona jika belum memberikan gelar juara bagi negaranya.
Entah, apakah persyaratan tidak tertulis ini benar-benar menghantui Messi selama berseragam timnas atau tidak, faktanya Messi belum sekalipun mengangkat trofi juara bersama timnas senior Argentina.
Yang terakhir dan rasanya ini yang paling menyakitkan, Messi kembali gagal memenangi trofi juara saat berseragam Argentina setelah La Albiceleste kalah dalam drama adu penalty final Copa America Centenario dari Cile.
Bayang-bayang Messi akan memuaskan dahaga publik sepakbola Argentina yang sudah menunggu sejak 1993 untuk memenangi lagi trofi juara turnamen internasional pupus.
Dan seperti yang sudah-sudah, Messi kembali menjadi sorotan setiap kali Argentina gagal di sebuah turnamen
Kehebatannya yang begitu gemilang di Barcelona tidak pernah benar-benar menular ke timnas Argentina.
Menimbang bahwa ini adalah final keempat Messi bersama timnas Argentina dan yang ketiga secara beruntun, kegagalan di Copa America Centenario memang terasa sangat menyesakkan.
Ditambah lagi, Messi menjadi salahsatu eksekutor penalty yang gagal sebelum kegagalan penalty Lucas Biglia memuluskan jalan Cile memenangi drama adu tos-tosan itu.
Posisi Messi sebagai kapten dan eksekutor pertama yang lalu kemudian gagal makin menegaskan bahwa pria 29 tahun ini gagal mengemban harapan public sepakbola Argentina.
Bayangkan jika eksekusi penalty pertama yang dilakukan Messi berhasil.
Mental tim terangkat dan ini bisa menjadi pembeda dalam situasi penuh tekanan tersebut.

Jauh sebelum drama adu penalty terjadi, Argentina bersama Messi sejatinya sangat diunggulkan memenangi Copa America Centenario.
Perfoma Messi yang tampak on fire, ditandai keberhasilan merebut status pencetak gol terbanyak sepanjang masa Argentina, ketiadaan Brazil dan Uruguay di fase gugur serta lawan mereka di partai puncak Cile yang sudah dikalahkan pada laga fase grup membuat semua prediksi tampak konyol jika tidak menjagokan Argentina.
Faktanya, Messi mendadak off di partai final dan puncaknya La Pulga gagal menunaikan tugas sebagai eksekutor penalty.
Mengapa Messi begitu sulit meraih prestasi bersama Argentina senior?
Meski sudah memenangkan Piala Dunia U20 dan medali emas Olimpiade bersama Argentina, pencapaian Messi dianggap belum sehebat aksi heroic Diego Maradona membawa Argentina memenangi Piala Dunia 1986.
Padahal jika dibuat perbandingan, performa Messi sejatinya lebih baik daripada Maradona.
Messi adalah pemenang pemain terbaik dunia FIFA sebanyak 5 kali, juara Liga Champions 4 kali dan semua gelar yang mungkin diraih di level klub sudah dimenangkannya.
Tidak ada yang menyangsikan kehebatan Messi bersama Barcelona, tetapi lain cerita jika Messi bermain untuk Argentina.
   Hasil gambar untuk lionel messi
Kalah beruntun sampai tiga kali di partai puncak Piala Dunia 2014, Copa America 2015 dan Copa America Centenario 2016 bisa dianggap kebangetan.
Wajar jika La Pulga merasa bahwa memang dirinya memang tidak ditakdirkan untuk juara bersama Argentina.
“Saya sudah berusaha sebisa mungkin untuk juara bersama Argentina tetapi itu tidak terjadi, saya tidak bisa melakukannya” kata Messi.

Kisah Messi bersama Argentina yang minim prestasi sementara dirinya bergelimang gelar bersama Barcelona memang jadi salahsatu topik pembicaraan yang tidak kunjung usai.
Bagaimana bisa pemain sehebat Messi tidak mampu mengangkat trofi juara bersama timnas negaranya.
Kalaulah kita berbicara pemain sehebat Ryan Giggs, Andriy Shevchenko atau Luis Figo juga gagal mengangkat trofi juara, maka kita masih bisa berkata bahwa mereka hanya tidak beruntung berada di timnas negara yang secara tradisi tidak punya sejarah prestasi hebat.
Wales, Ukraina dan Portugal jelas bukan deretan negara yang punya daftar penampilan di partai puncak turnamen internasional, Luis Figo bahkan hanya sekali merasakan laga final kala Portugal ditaklukkan Yunani pada partai puncak Piala Eropa 2004.
Kasus Messi menjadi unik karena dirinya bergelimang gelar di Barcelona, klub yang bertaburan bintang.
La Pulga dikelilingi deretan bintang sepakbola sekelas Thierry Henry, Samuel Eto’o, Andres Iniesta, Xavi Hernandez sampai Neymar dan Suarez.
Kondisi ini, ditambah filosofi tiki taka yang sudah mengakar sejak dirinya ditempa di La Masia yang membuat gelar begitu mudah diraih saat berseragam klub.
Namun permasalahannya, Argentina juga bukan tim ecek-ecek.
La Albiceleste adalah pemenang dua gelar Piala Dunia 1978 dan 1986.
Argentina juga raja sepakbola di kawasan Amerika Latin bersama Brazil dan Uruguay.
Bersama tim Tango, Messi dikelilingi bintang-bintang yang tidak kalah kelasnya dengan rekan-rekannya di Barcelona.
Angel Di Maria, Sergio Aguero, Javier Mascherano, Gonzalo Higuain jelas bukan nama pesepakbola yang biasa-biasa saja.
Namun fakta ini tetap tidak mampu membawa La Pulga memenangkan gelar bersama Argentina.
Ironisnya, Messi gagal memenangkannya meski sudah mendapat 4 kesempatan partai final di Copa America 2007, Piala Dunia 2014, Copa America 2015 dan Copa America Centenario 2016.
Gagal sekali mungkin masih bisa dipahami, gagal kedua kali pun selama masih kuat mental rasanya masih bisa ditahankan.
Namun ketika gagal untuk ketiga kalinya dan parahnya kemudian berlanjut sampai yang keempat, rasanya sulit untuk menerima dan memahaminya.
Bahkan seorang Diego Maradona sudah sedemikian yakin bahwa pada final ketiga beruntun di Copa America Centenario Messi akan memenangkan trofi juara.
“lebih baik mereka tidak usah pulang kalau gagal juara”
Ucapan legenda Tim Tango ini jelas bercanda sekaligus menekankan betapa laga final melawan Cile (yang sudah mereka kalahkan di fase grup) adalah kesempatan terbaik memenangkan gelar juara sejak terakhir tahun 1993.

Kini, Argentina sudah tercatat dalam sejarah selalu gagal memenangi gelar juara yang sudah di depan mata meski mendapatkan tiga laga final secara beruntun.
Messi jelas bukan orang yang harus menanggung beban kekalahan ini sendiri tetapi kenyataan bahwa dirinya adalah bintang diatas segala bintang yang dimiliki Argentina membuat sorotan kepadanya tidak bisa dihindarkan.
“Leo paling terpukul atas kekalahan ini, mereka memperlakukannya seperti criminal” sahut Aguero menyikapi sorotan berlebihan yang diterima Messi.
 Hasil gambar untuk lionel messi argentina
Rasanya pernyataan Aguero terlalu berlebihan.
Fans Argentina hanya salah mempersepsikan kunci sukses timnas mereka.
Selama bertahun-tahun kisah heroik Maradona menjadi dongeng tidur anak-anak Argentina.
Alam bawah sadar mereka dibangun dengan persepsi bahwa hanya pemain seperti Maradona yang mampu membawa prestasi bagi timnas Argentina.
Itulah mengapa tidak pernah ada kehebohan “the next Mario Kempes” meski Kempes juga menjadi bintang saat Argentina menjuarai Piala DUnia 1978.
Tidak ada usaha pencarian “the new Batistuta” meski sang bomber sempat bergelar pencetak gol terbanyak Argentina.
Media dan rakyat Argentina selalu mencari “the new Maradona” dan mereka menemukannya dalam diri Lionel Messi.
Maka ketika Messi begitu gemilang bersama Barcelona, ditambah bumbu aksi gol tangan Tuhan dan gol meliuk-liuk ala Maradona yang pernah dibuat Messi saat bersama klub Catalan itu membuat fans Argentina bersorak gembira.
Maradona baru telah ditemukan.
Hingga akhirnya penantian fans Argentina bahwa sang Maradona baru yang juga bernomor punggung 10 dan berbalut ban kapten (benar-benar persis Maradona) akan membawa kesuksesan bagi timnas tidak kunjung terpenuhi.
Kecewa, pasti.
Siapa yang tidak kecewa kalah tiga kali beruntun di partai final?
Namun seturut keputusan Messi pensiun dari timnas Argentina (entah ini hanya emosi sesaat atau sudah final), mungkin sudah saatnya fans Argentina merubah persepsi mereka akan sukses tim Tango.
“Buat saya tim nasional selesai. Saya sudah mencoba yang saya bisa dan menyakitkan tidak bisa juara bersama Argentina” ucap Messi.
“Tim nasional sudah berakhir, itu bukan buat saya” kata Messi.
Yah, timnas Argentina memang bukan buat Messi.
Twitter@rizkimaheng
Tulisan ini juga dimuat di Harian Top Skor Edisi Kamis 30 Juni 2016


Komentar