The Real One Man One Club Is Francesco Totti

Pemandangan Francesco Totti mengucapkan salam perpisahan kepada Romanisti dalam laga terakhirnya berseragam AS Roma selain mengharukan juga mengingatkan kembali kepada kita bahwa kesetiaan dalam sepakbola adalah sesuatu yang nilainya tidak terkira.
Tangis air mata fans AS Roma di seluruh dunia saat melepas pemain yang sebenarnya hanya menyumbangkan satu gelar Scudetto saja adalah tamparan telak untuk industri sepakbola modern yang menjadikan trofi juara sebagai ukuran keberhasilan.
Kita diingatkan lagi bahwa mereka yang setia pada sebuah klub sepanjang karirnya adalah orang-orang yang rela bertahan begitu lama di ruang ganti yang sama selama bertahun-tahun dengan silih berganti rekan-rekan tim datang dan pergi.

Sosok seperti Ryan Giggs, Paul Scholes, Gary Neville, Carles Puyol dan Paolo Maldini mungkin sanggup bertahan di sebuah klub yang sama karena disana mereka sudah mendapatkan yang diperlukan untuk berprestasi sebagai seorang pemain.
Pemain mana yang mau meninggalkan klub besar dan rutin meraih juara seperti MU, Barcelona dan AC Milan?
Terlepas bahwa mereka juga sanggup membuktikan kepantasan untuk tetap berada dalam tim dan berkontribusi di tangan pelatih-pelatih yang berbeda, kisah kesetiaan mereka mungkin belum mendapatkan ujian seperti Francesco Totti.
Catatan kesetiaan Maldini, Puyol, Giggs dan lainnya tidak akan sama dengan goresan kisah jika kita membicarakan Francesco Totti, sosok yang memilih bertahan meski godaan untuk berprestasi di klub besar Eropa lainnya menghampiri Pangeran AS Roma itu.

Pria ini bisa saja beralih menggunakan kostum klub lain saat sedang berada di masa puncak jika ingin memuaskan hasrat mengangkat trofi juara dan bahkan memenangkan titel pemain terbaik dunia.
Sejarah mencatat dirinya tetap bertahan bersama AS Roma meski kemudian hanya satu gelar Scudetto yang menjadi pencapaian terbesarnya dalam karir professional.
Totti memang tidak beruntung dalam hal trofi juara tapi dirinya patut mensyukuri berhasil menjadikan AS Roma sebagai tempat satu-satunya untuk memulai, menjalani dan mengakhiri karir sebagai seorang pesepakbola.
Inilah predikat istimewa yang tidak bisa dinilai dengan deretan trofi juara saja.
Tangisan perpisahan fans AS Roma dengan Totti tidak kalah dalam maknanya dengan tangisan haru seorang pemain yang memenangkan trofi juara.
Pemain lain yang lebih beprestasi dari Totti seperti Raul Gonzales tidak mendapatkan kesempatan istimewa tersebut.

Raul Gonzales adalah nama yang selalu diingat jika kita membahas bagaimana perlakuan Real Madrid pada dua pemain yang tumbuh dari remaja menjadi seorang pria dewasa dalam ruang ganti Santiago Bernabeu namun tidak mendapatkan keabadian yang diidamkan untuk mengakhiri karir di klub kesayangan.
Habis manis sepah dibuang rasanya bagi Raul Gonzales.
Legenda Madrid ini bahkan tidak mendapatkan seremoni perpisahan saat meninggalkan Real Madrid seperti seseorang yang tidak ada jasanya untuk klub penguasa kompetisi Liga Champions itu.

After all, Totti mungkin bukan pemain terbaik untuk kriteria One Man One Club tapi dirinya tidak salah disebut sebagai The Real One Man One Club

Komentar